Bandung (Antaranews Bali) - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan membangun dua pusat sains baru di Indonesia pada 2018 sebagai wahana pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk masyarakat, khususnya generasi muda.
"Saat ini di Indonesia baru punya 23 pusat sains dan rencananya pada 2018 kita akan menambah dua baru yakni di Sumatera Barat dan NTB, selanjutnya 2019 direncanakan di Riau dan Sulawesi Tengah," kata Direktur Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP Iptek) Kemenristekdikti, Syachrial Anas, di Bandung, Minggu.
Ditemui disela-sela hari terakhir Kompetisi Roket Air Regional (KRAR) 2018, di Kota Baru Parahyangan, Syachrial mengatakan, ideal setiap kabupaten/kota memiliki satu wahana pusat sains sebagai bagian upaya pengenalan Iptek sejak dini.
"Idealnya memang satu kabupaten/kota itu ada (pusat sains), tetapi karena soal pembiayaan jadi belum semua. Target 25 pusat sains itu ada di setiap provinsi sebenarnya. Seperti di Jabar itu, di sini yakni Puspa Iptek Sundial ada dan di Kabupaten Indramayu juga ada," katanya.
Menurut dia, pembangunan pusa sains sangat bergantung pada dukungan pemerintah daerah untuk perkembangan Iptek dan kendala yang dihadapi juga terletak pada hal tersebut.
"Kendalanya adalah seperti yang kami hadapi, faktualnya ialah apalagi kalau otonomi daerah seperti sekarang. Sebenarnya dari kami, kalau ada satu daerah berinisiatif memberikan pusat sains, maka kita memberikan satu insentif berupa alat sebagai pemicu," katanya.
Misalnya, menurut dia, Kemenristekdikti memberikan 10 hingga 20 alat kepada daerah yang berminat membangun pusat sains dan daerah bisa mengembangkannya.
"Cuma kan pimpinan daerah itu selalu berganti, jadi kemauan politik berbeda lagi. Karena kalau kepala daerah yang sekarang setuju (pembangunan pusat sains) bisa jadi ketika ganti kepala daerah berbeda lagi kebijakannya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, konsistensi dukungan dari pimpinan/kepala daerah sangat dibutuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti pembangunan pusat sains.
"Jangan melihat siapa yang pegang, tapi untuk pendidikan generasi muda seharusnya mempunyai komitmen untuk memajukan generasi mudanya sejak dini," ujar Syachrial .
Lebih lanjut, ia mengatakan daerah sangat berpeluang untuk membesarkan pusat sains yang dimiliki seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dari segi luas bangunannya tidak terlalu besar namun bisa dikunjungi oleh warga hingga satu juta orang per tahunnya.
"Kalau di kami jumlah kunjungannya 600 ribu, tapi mereka bisa mencapai satu juta. Tapi jangan lihat kami tidak kerja. Namun harus dilihat bahwa kemauan politik di sana sangat bagus atau mendukung akhirnya bagus," katanya. (WDY)