Denpasar (Antara Bali) - Yayasan Wisnu, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan dan transformasi sosial, bekerja sama dengan beberapa pihak meluncurkan model pengelolaan industri kecil berbahan kayu disiapkan untuk menerapkan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Kami bekerja sama dengan Asosiasi Perajin Industri Kecil (APIK) Buleleng dan 'Multistakeholder Forestry Programme'(MFP)," kata Direktur Yayasan Wisnu Made Suarnatha melalui siaran persnya di Denpasar, Rabu.
Dia menjelaskan, program tersebut merupakan bagian kolaborasi di bidang kehutanan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris.
Model pengelolaan industri kecil berbahan kayu itu, tambah dia, selain untuk penerapan SVLK memang disiapkan guna sertifikasi aturan itu.
Menurut Suarnatha, dikeluarkannya SLVK itu sebagai sistem untuk memastikan penerapan verifikasi legalitas kayu yang dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009.
"Peraturan Menteri itu muncul setelah terjadinya degradasi hutan di Indonesia sejak 1990. Kondisi itu menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan untuk perbaikan pengelolaan hutan," ujarnya.
Dia mengatakan, peraturan tersebut adalah untuk menjawab tantangan dan mengatasi kondisi berkurang hutan di wilayah Tanah Air.
"SLVK berdasarkan kesepakatan antara Indonesia dengan Uni Eropa tentang Kemitraan Sukarela untuk Penegakan Hukum Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT-VPA) sebagai pendekatan ringan dalam penerapannya," katanya.
Dijelaskan, dalam penerapannya hanya kayu dan produk kayu yang disertai dengan sertifikat legal yang dapat dijual di pasar domestik maupun diekspor. Dalam dokumen disepakati bahwa VLK akan berlaku pada 2013.
Ketika negara-negara penerima kayu Indonesia mulai berbenah untuk memperbaiki lingkungan, para pengusaha kayu Indonesia termasuk para perajin di Bali juga harus mulai mempersiapkan diri mengikuti aturan itu.
Pulau Dewata sebagai provinsi yang diposisikan sebagai gerbang ekspor produk kerajinan kayu, juga harus menerapkan kebijakan kayu legal.
Sosialisasi dan kajian harus dilakukan secara terus-menerus kepada para pengusaha kayu sebelum kebijakan itu diberlakukan. Apalagi produk kayu ekspor Bali mempunyai karakter yang berbeda dibanding daerah lain pengekspor kayu di Indonesia.
Sebagian besar pengusaha produk kayu adalah para perajin rumahan berskala kecil dan mikro. Kebijakan tersebut juga harus disosialisasikan kepada para petani hutan karena sebagian besar sumber bahan baku kerajinan kayu di Pulau berasal dari hutan milik masyarakat.(**)