Tabanan (Antaranews Bali) - Tim Sekretariat Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Komwil VI, di kawasan Jatiluwih, Penebel, Rabu, mempelajari kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Pemerintah Toyama, Jepang mengenai teknologi terbarukan, yakni pembangkit listrik mikro hidro dan pengelolaan sampah di daerah "gudang beras" di Bali.
Wakil Wali Kota Ambon, Sayarief Hadler yang memimpin rombongan tersebut berangotakan 37 orang menjelaskan, kunjungannya ke Kabupaten Tabanan untuk mempelajari kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Pemerintah Toyama, Jepang mengenai teknologi terbarukan, yakni pembangkit listrik mikro hidro dan pengelolaan sampah di daerah "gudang beras" di Bali.
Selain itu, rombongan yang diterima Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kabupaten Tabanan, Bali I Wayan Miarsana, mewakili Bupati, itu mengoordinasikan tentang permasalahan sampah, karena sampah menjadi masalah yang kompleks di setiap kota di Indonesia.
"Masyarakat masih beranggapan bahwa sampah layaknya berakhir di tempat sampah. Bila sampah dikelola dengan benar, sesuai dengan 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) dan bantuan teknologi terbarukan maka sampah apapun bisa digunakan kembali," jelas Sayarief Hadler.
Ia mengharapkan kunjungannya kali ini merupakan langkah awal dalam menerapkan pembangkit listrik mikro hidro dan pengelolaan sampah di daerah masing-masing.
Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam sambutan tertulis dibacakan Asisten Perekonomian dan Pembangunan sekda Kabupaten Tabanan I Wayan Miarsana mengatakan, sebagai daerah agraris, Kabupaten Tabanan mempunyai wilayah yang cukup luas, yakni 89.933 hektare dengan luas pertanian 62.216 hektare, berupa sawah 21.089 hektare dan bukan sawah 41.127 hektare, dan sangat potensial untuk pengembangan pertanian.
Kabupaten Tabanan hingga saat ini masih memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi beras di Provinsi Bali, sehingga dijuluki sebagai lumbung pangannya Pulau Dewata.
Ia menjelaskan, dipilihnya Jatiluwih sebagai tempat pertemuan kali ini karena kawasan Jatiluwih merupakan yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak 29 juni 2012. Kekhasan wilayah Jatiluwih di antaranya, lahan sawah terasering dengan panorama alam yang menarik, sebagai kawasan penyangga dan sebagai penghasil beras merah khas Tabanan.
"Terkait dengan pengelolaan lahan tersebut maka diperlukan teknologi ramah lingkungan. Dan kami sangat bergembira atas bantuan Pemerintah Jepang yang kami yakini bisa lebih mengembangkan kawasan Jatiluwih. Dan kami juga patut berbangga karena gerakan kami ini menarik perhatian bagi Tim sekretariat Apeksi Komwil VI Indonesia?, ujarnya.
Kunjungan tim tersebut beranggotakan 37 orang, antara lain utusan dari Kota Ternate, Palopo dan Makasar. (ed)