Denpasar (Antaranews Bali) - Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali mendorong pemerintah mengoptimalkan penegakan hukum terkait dengan pencemaran lingkungan di darat hingga bawah laut oleh sampah plastik karena mengganggu ekosistem dan daya tarik pariwisata.
"Aturan tegas harus diberikan agar menjaga lingkungan itu menjadi sebuah kebiasaan," kata Ketua Asita Bali Ketut Ardana di Denpasar, Jumat.
Dia mengatakan Singapura merupakan salah satu negara yang begitu ketat menerapkan aturan hukum bagi warganya, termasuk wisatawan, yang membuang sampah sembarangan. Tidak tanggung-tanggung bagi yang tertangkap membuang sampah akan berurusan dengan aparat hukum setempat, termasuk didenda dengan nominal yang tidak sedikit.
Oleh karena kebijakan itu, katanya, lingkungan di negara tetangga tersebut terbilang bersih dengan ketentuan yang dipatuhi oleh warga dan wisatawan.
"Ketika berkunjung ke negara itu orang-orang begitu takut membuang sampah sembarangan bahkan sampah itu dibawa. Tetapi jika kembali ke daerah asalnya, kenapa tidak bisa menerapkan itu? Kemungkinan karena penegakan hukum masih lemah," ucapnya.
Pemerintah sebelumnya menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar untuk mengerem penggunaan plastik. Namun, kebijakan itu terhenti pada Mei 2016.
"Kami harap ada konsistensi kebijakan mengendalikan penggunaan plastik, karena terbilang efektif menurunkan plastik," ucapnya.
Di Bali, selain kepatuhan atas aturan nasional terkait dengan pencemaran lingkungan dari sampah termasuk plastik, ia mengharapkan desa adat membuat "awig-awig" atau aturan adat yang juga mengatur terkait sampah plastik.
Harapan tersebut diungkapkan Ardana setelah beredar video sampah plastik berserakan di perairan bawah laut Manta Point di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, yang seakan kembali menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat.
Padahal, kawasan bawah laut itu merupakan lokasi favorit penyelam mancanegara dengan daya tarik terumbu karang dan ikan manta.
"Itu merupakan teguran keras bagi semua pihak, apalagi ini terjadi di Bali," ujar Ardana.
Video yang diunggah seorang penyelam asing pada awal Maret 2018 dan ditonton jutaan orang itu, kata dia, dapat mencoreng citra pariwisata Bali. Ardana memprediksi sampah plastik itu bukan hanya berasal dari domestik Bali tetapi juga luar provinsi hingga luar negeri yang terbawa arus hingga memasuki bawah laut.