Tabanan (Antara Bali) - Kementerian Pertanian (Kementan) akan mengembangkan tanaman cabai di Kabupaten Tabanan, Bali, seluas 40 hektare selama tahun 2017 untuk memenuhi kebutuhan cabai yang semakin mahal belakangan ini.
"Kini, program pengembangan cabai itu baru tahap penentuan calon petani calon lokasi (CPCL) bagi penerima program tersebut," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, Nyoman Budana, Rabu.
Ia mengatakan, bantuan program kegiatan pengembangan cabai tersebut dalam bentuk saprodi, yakni bantuan bibit, pupuk dan biaya perawatan.
"Pengembangan cabai seluas 40 hektare itu menyasar wilayah Kecamatan Marga, Baturiti, dan Kecamatan Penebel yang selama ini cukup baik dalam produksi cabainya," katanya.
Nyoman Budana menambahkan, produksi cabai di Kabupaten Tabanan sebagian besar merupakan jenis cabai hijau dan merah. Jenis cabai tersebut dalam beberapa bulan belakangan ini mengalami lonjakan harga, baik harga pada tingkat petani maupun tingkat pedagang.
Hal itu akibat tanaman cabai petani pada musim hujan belakangan ini banyak yang terserang penyakit tanaman, diperparah lagi dengan kondisi cuaca buruk ditandai dengan intensitas curah hujan yang tinggi.
"Serangan hama dan cuaca buruk ini mengakibatkan tingkat produksi cabai pada tingkat petani mengalami penurunan dari bulan-bulan biasanya, sehingga kondisi itu memicu melonjaknya harga jual cabai cukup mahal," ujar Nyoman Budana.
Meningkatnya harga cabai tidak saja terjadi di wilayah Kabupaten Tabanan, namun juga daerah lainnya di Bali, bahkan menjadi tren nasional. Sentra produksi cabai di Tabanan selama ini di Kecamatan Penebel dan Baruriti.
Harga cabai di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Tabanan, yang sudah sempat reda menjadi Rp100.000 per kilogram, namun kini kembali melonjak hingga mencapai Rp170.000/kg.
Seorang pedagang bahan pangan di Pasar Tradisional Tabanan, Ibu Jero, menjelaskan, lonjakan harga bukan hanya untuk cabai, namun juga harga sayur mayur, sawi, timun, dan wortel.
Lonjakan harga cabai yang dialami mulai dari tingkat petani sebagai dampak tingginya curah hujan yang menyebabkan produksi dari komoditas penghasil cita rasa pedas ini menurun.
"Kondisi tersebut, makin diperparah dengan tidak adanya pasokan cabai dari luar Bali, karena sentra produksi cabai di Jawa juga mengalami hal sama yakni gagal panen akibat terkena banjir," kata Ibu Jero.
Kondisi tersebut menyebabkan kenaikan harga cabai di tingkat lokal menjadi tidak terkendali, sebagai akibat tidak adanya pasokan dari Pulau Jawa, sehingga pedagang hanya mengandalkan pasokan cabai lokal dari petani di Baturiti, dan Penebel yang harganya semakin meroket. (WDY)