Rumah adat Bali memiliki filosofi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Bali dengan tatanan yang mengutamakan tata krama dan sopan santun yang ditandai dengan pembangunan yang memperhatikan tata letak bangunan dengan baik.
"Untuk itu, pembangunan rumah adat Bali memiliki sistem keamanan (proteksi) yang kuat secara sekala (fisik alias yang dapat dilihat) dan niskala (tidak dapat dilihat tetapi bisa dirasakan)," kata Pembina Yayasan Bumi Bali Bagus (YBBB), Ir. I Gusti Ngurah Bagus Muditha yang populer dikenal Turah Pemayun.
Ia mengatakan, rumah Bali memiliki keamanan yang sangat kuat, terdapat 'aling-aling', 'angkul-angkul' atau 'kori' pada pintu masuk pekarangan atau yang disebut dengan 'pemesuan' dalam bentuk yang sederhana atau 'pemedalan' untuk perumahan dari penghuni golongan 'kesatria' dan 'brahmana'.
Bentuk massa bangunan pasangan masif dengan lubang masuk beratap. atap 'kori' bisa merupakan pasangan lanjutan dari bagian badan dapat pula merupakan kontruksi rangka penutup atap serupa bangunan rumah.
Dalam bentuknya yang tradisional lengkap dengan tangga-tangga naik dan turun, namun dalam perkembangannya masuk 'kori' dilengkapi dengan lintasan sepeda motor dan mobil.
Turah Pemayun menambahkan, pada areal perumahan terdapat penyengker pada keempat sisi dengan menggunakan pagar hidup atau dengan tembok pasangan empat 'paduraksa'.
Tembok 'penyengker' dibangun dengan pondasi sebagai kaki tembok, badan tembok, dan atap sebagai kepala tembok.
Sementara ukuran tinggi tembok diatur sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran penghuninya, berbeda dengan bangunan moderen yang berkembang saat ini bisa memiliki tembok setinggi tiga meter ditambah dengan kawat berduri atau pecahan kaca.
"Bentuk bangunan tersebut patut kembali dikaji sebagai upaya pelestarian nilai-nilai warisan luhur orang Bali dalam mengatur tatanan pembangunan yang memiliki nilai ergonomi," ujar Turah Pemayun.
Sesuai dengan filosofi yang terdapat dalam 'Asta Kosala Kosali' yang membangun tembok dengan ketinggian 'apangadeg' atau setinggi badan penghuninya.
Sedangkan sudut-sudut pekarangan, pertemuan tembok penyengkernya dibangun pilar-pilar sudut dengan namanya masing-masing yang letaknya kaja kangin (timur laut) disebut 'sariraksa', kelod kangin (tenggara) disebut 'ajiraksa', kelod kauh (barat daya) disebut 'rudraksa' dan kaja kauh (barat laut) disebut 'kalaraksa'.
Sekaligus keamanan kualitas pembangunan tersebut juga terjamin karena memilih bahan yang digunakan juga sangat teliti.
Dalam membangun tembok 'penyengker' menggunakan batu bata, batu padas, batu kali, batu karang laut, batu karang bukit kapur dan batu-batu alam lainnya, dimana pemasangannya dikombinasikan sehingga memiliki kekuatan dan daya tahan yang baik.
Selain itu, penempatan bahan bangunan tersebut ditata sedemikian rupa sehingga memiliki susunan sesuai dengan kekuatannya, menempatkan bahan yang kuat sebagai pondasi, pemasangan kayu memperhatikan 'bongkol-muncuk'.
Upaya tersebut juga akan meciptakan keindahan perumahan yang ditempati untuk memberikan kenyamanan penghuninya maupun pengunjungnya.
Di samping itu bangunan rumah Bali memiliki 'sanggah penunggun karang' untuk menjaga keamanan secara 'niskala' yang telah dipercayai sejak dahulu, sementara pada era moderen diimplementasikan sebagai satpam.
Pengaturan tata letak bangunan orang Bali juga sangat diperhatikan agar lebih tinggi dari badan jalan untuk menghindari adanya banjir dan sebagainya.
Turah Pemayun menjelaskan, kesehatan yang menjadi bagian keamanan fisik penghuninya rumah Bali menjadi perhatian yang sungguh sungguh sehingga lingkungan tetap bersih.
Secara nyata, pihaknya diharapkan selalu membersihkan saluran air (got) maupun 'song sombah' atau saluran pembuangan dalam rumah yang dilakukan setiap hari.
Oleh karena itu, para leluhur sering menanamkannya dengan filosofi 'yen sing bersihin song sombahe, nyanan mbet basange' yang bertujuan mengingatkan untuk selalu memperhatikan saluran pembuangan air tersebut yang mengibaratkan kepada diri sendiri.
Hal itu sebagai upaya mewariskan nilai-nilai luhur dengan cara yang sederhana dalam bentuk tindakan nyata sehingga memudahkan untuk dipahami.
"Pendidikan yang terdapat dalam konsep pembangunan rumah orang Bali memiliki nilai-nilai universal yang patut ditularkan untuk mewujudkan Bali 'clean and green'," ujar Turah Pemayun.
Rumah Bali Implementasikan Toleransi
Turah Pemayun mengatakan, rumah orang Bali memiliki konsep yang mampu menerapkan toleransi yang tinggi, selain tetap membangun sistem keamanan (proteksi) yang kuat.
Tolerasi dibangun dalam pembangunan rumah Bali dengan menerapkan konsep 'ancak saji' atau lubang pada pagar atau tembok dengan ketinggian tidak lebih tinggi dari penghuninya.
Hal itu untuk memudahkan orang lain atau tetangga sebagai 'menyama braya' untuk melakukan interaksi sehingga terjalin kerukunan dan persahabatan antarlingkungan perumahan dengan baik.
Sementara, pembangunan perumahan moderen saat ini, banyak bangunan tembok yang memiliki ketinggian mencapai tiga meter yang dilengkapi dengan kawat berduri maupun pecahan kaca atau botol.
Mengamati hal tersebut akan mengakibatkan redahnya komunikasi antartetangga dan rumah tersebut ibarat tempat penjara.
Untuk itu, diharapkan pemerintah agar meninjau pembangunan-pembangunan yang demikian agar ditata kembali.
"Upaya tersebut untuk mempertahankan arsitektur Bali yang menjadi warisan leluhur serta menjadi daya tarik wisatawan yang datang ke Pulau Dewata," ujar Turah Pemayun.
Ia menambahkan, leluhur orang Bali memiliki aturan atau kesepakatan lisan dalam mengatur pembangunan agar tidak adanya perselisihan dengan tentangga.
"Kesepakatan tersebut tidak tertulis pada waktu itu, tetapi masyarakat sangat menepati dengan baik, sementara berbeda dengan fenomena sekarang banyak peraturan yang telah tertulis dalam implementasinya masih minim," ujar Turah Pemayun.
Ia mengharapkan masyarakat Bali, khususnya generasi muda agar memahami dan mempelajari makna nilai-nilai luhur yang terdapat dalam pembangunan perumahan tradisonal tersebut.
Warisan tersebut yang menyimpan pendidikan yang mampu membentuk karakter dan mental yang baik untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika hal itu mampu diimplementasikan dengan baik, masyarakat bali ikut mendukung pembangunan nasional dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045. (*)