Gianyar (Antara Bali) - Organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) di Bali sejak mendapat pengakuan dunia (UNESCO) tahun 2012 kini mendapat perhatian dari berbagai pihak.
"Subak Pulagan di Kabupaten Gianyar, salah satu dari 17 subak yang mendapat pengakuan UNESCO itu mendapat kucuran dana program kepedulian sosial (CSR) Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali," kata Pekaseh Subak Pulagan Sang Nyoman Astika dan Penasehat Kelompok Tani di Subak Pulagan, Sang Made Puanya, Sabtu.
Ia mengatakan, namun dalam pelaksanaan program kepedulian sosial Bank Indonesia tersebut sempat menuai friksi, akibat adanya pembentukan kelompok-tani penerima CSR di subak tersebut.
Untuk memecahkan friksi tersebut diadakan pertemuan di Balai Subak setempat pada Jumat petang (23/12) dan disepakati bahwa persoalan adanya kelompok di Subak Pulagan dapat diselesaikan dengan baik.
Sang Made Puanya mengatakan bahwa, pada dasarnya persoalan subak dan kelompok sudah dapat diselesaikan dalam rapat tersebut dan disepakati eksistensi kelompok di Subak Pulagan dimasukkan sebagai salah satu unit usaha dari Subak Pulagan.
Dengan demikian persoalan tersebut sudah selesai dan tuntas, ujar Sang Made Puanya.
Sementara Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas .Udayana Prof Wayan Windia mengapresiasi proses penyelesaian tersebut, karena memang demikianlah seharusnya.
Semua aktivitas sosial-ekonomi yang ada dalam kawasan subak harus di bawah pengelolaan subak. Subak yang sejak sepuluh abad silam hanya bergerak dalam bidang sosial-budaya, harus digerakkan untuk dapat beraktivitas dalam bidang ekonomi.
Windia juga sejak lama berpendapat bahwa kegiatan Sistem Pertatanian Terintegrasi (Simantri) yang kini dikembangkan Pemprov Bali, seharusnya juga diletakkan di bawah koordinasi pengelolaan sistem subak.
"Itu sejatinya adalah bagian dari peran pemerintah untuk mendidik dan mendampingi subak dalam kegiatan ekonomi. saya tidak tahu, kenapa Pemda Bali berpendapat berbeda. Mungkin pemda Bali memiliki alasan- alasan" kata Windia. (WDY)