Denpasar (Antara Bali) - Ir. I Gusti Ngurah Bagus Muditha salah satu Budayawan Bali kerap dipanggil Turah Pemayun Kesiman.
Ia mengatakan, besar keinginan, turut serta untuk memajukan Bali yang damai dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur orang Bali.
Hal itu disampaikan ketika di temui wartawan Antara Biro Bali di Yayasan Bumi Bali Bagus (YBBB), Desa Kertalangu, Denpasar.
Dalam kesempatan itu, Turah Pemayun mengatakan, setelah pemikiran itu tercetus, diperlukan ucapan dan tindakan yang selaras dan konsisten dalam membangun Bali yang lebih baik di tengah era globalisasi.
Sehingga membentuk Yayasan Bumi Bali Bagus (YBBB) bersama I Komang Gede Subudi, tanggal 29 Desember 2011. Sebagai wadah "Simakrama" atau musyawarah untuk mengumpulkan aspirasi dan memberikan solusi nyata terhadap pembangunan dan kemajuan Bali.
"Wadah tersebut, menerima siapapun yang memiliki hati nurani untuk membangun demi kemajuan dan kebaikan Bali, tidak membedakan latar belakang, suku, ras dan agama," ujar Turah Pemayun.
Sesuai dengan nama yayasan, Ia mengharapkan daerah Bali semakin bagus baik secara "skala" dan "niskala" yang berlandaskan dengan kejujuran.
"Pentingnya menjaga keseimbangan dan hal tersebut mulai dari konsep hingga sikap yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari," harap Turah Pemayun.
YBBB telah berdiri selama lima tahun juga diharapkan, sebagai wadah yang efektif untuk mengubah pola pikir yang mengedepankan pembenahan kedalam atau diri sendiri, sebelum melakukan pembenahan keluar atau orang lain.
Pihaknya merupakan mitra aktif pemerintah dan pemrakarsa pembangunan Bali sehingga selalu mengedepankan kelestarian budaya, lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan masyrakat Bali.
Saat ini, YBBB ikut berpartisipasi mengawal proyek Revitalisasi Teluk Benoa (RTB) dengan pemerintah dan pemrakarsa dengan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Mulai dari konsep perencanaan pembangunan hingga pemenuhan tenaga kerja selama empat tahun.
"YBBB tidak berhenti sampai disitu, tetapi akan terus melakukan kontrol setiap pembangunan yang ada untuk kemajuan Bali yang sesuai dengan aturan yang belaku," ujarnya.
Kepengurusan YBBB yakni I Gusti Ngurah Bagus Muditha sebagai Pembina, I Komang Gede Subudi sebagai Ketua YBBB, I Gede Witayasa selaku Sekretaris, I Gede Semara Bawa, Bendahara dan Paguyuban Mangku Bali.
Paguyuban Mangku Bali didirikan dengan maksud turut berperan serta aktif dalam upaya pemerhati dan pemberdayaan masyarakat dalam hal Budaya.
Paguyuban Mangku Bali mempunyai tujuan menghimpun potensi yang ada bersama-sama mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan menjunjung pemerintah dalam menangani permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat.
Kembalikan Jati Diri Orang Bali, Warisan Leluhur Bernilai
Universal
Sosok Turah Pemayun, Ia seorang "Undagi Bali" atau Arsiktek Bali, bahkan sempat menuliskan pemikirannya sebuah buku yang berjudul "Tata-Titi Bali".
Turah Pemayun menceritakan, masa lalu orang Bali mengenal dengan nama "Leneng" sebagai tempat untuk melakukan diskusi atau musyawarah tanpa suguhan kopi dan jajan, biasanya berada di depan pintu masuk rumah.
Dengan menghasilkan pemikiran-pemikiran positif untuk kebaikan bersama. Ia mengakui kehebatanya meskipun tanpa tertulis namun dapat diimplementasikan dengan penuh kesadaran secara bersama-sama oleh setiap anggota masyarakat.
Pada saat itu, masih sangat kenal budaya cinta kasih, saling menghormati, "menyama beraya" atau rukun tetangga dan gotong royong.
Saat ini, telah memasuki dunia moderen dengan fasilitas lebih maju dan lengkap. Namun belum mampu menerapkan warisan leluhur yang bernilai universal dalam kehidupan sehari-hari.
Seharunya, hasil setiap diskusi era ini lebih baik dan bermanfaat. Oleh karena, setiap rumah sudah memiliki ruang tamu, siap dengan suguhan minuman, kopi dan jajan.
Turah Pemayun menjelaskan, rumah Bali memiliki konsep bangunan dan arsitek Bali penuh makna dan nilai-nilai luhur yang relevan dipahami sebagai masyarakat Bali pada khususnya.
Rumah Bali menerapkan konsep "Tri Kaya Parisuda", "Tri Hita Karana" dan "Tat Twam Asi".
"Warisan lelahur Bali banyak meninggalkan nilai-nilai universal yang tidak lekang dengan waktu," kata Turah Pemayun.
Tri Hita Karana merupakan keharmonisan hubungan antara Tuhan yang Masa Esa, sesama dan lingkungan. Tri Kaya Parisuda dengan memiliki pikiran, perkataan dan pembuatan yang baik dan benar.
Serta "Tat Twam Asi" sebagai prinsip etika untuk memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan.
Warisan leluhur tersebut, dibutuhkan Sumber Daya manusia (SDM) Bali yang memiliki mentalitas dan integritas yang baik menularkan kepada yang lainnya.
Turah Pemayun menambahkan, tata letak rumah telah diatur sedemikian rupa baik penempatan dapur, ruang tamu, "Sanggah Kemulan", kamar tidur dan kamar mandi.
Setiap penempatan tersebut, memiliki makna luhur hendaknya mengingatkan nilai-nilai budi pekerti yang diterapkan dalam mencapai proses kehidupan bermasyarakat.
Dijelaskan, dalam sebuah arsitek rumah Bali terdapat "bale kelod" atau bangunan di selatan sebagai penanda ketika lahir ditempatkan di selatan, "bale kauh" atau bangunan di barat sebagai simbol pendewasaan untuk mengejar "dharma" dan "artha" di tempatkan di barat.
Sedangkan "bale kaja" atau bangunan di utara tempat bagi mereka yang sudah tua untuk membagikan kebaikan kepada yang lebih muda dan "bale dangin" atau bangunan di timur kepada leluhur yang sudah meninggal dunia.
Konsep tersebut, masyarakat Bali khususnya generasi muda belum banyak yang mengetahuinya.
Dengan hal tersebut, Turah Pemayun mengharapkan generasi muda Bali sebagai penerus di masa depan perlu meningkatkan budaya belajar untuk membedakan hal yang baik dan buruk dalam menghadapi persaingan global di tengah era globalisasi.
"Belajar tidak hanya sebatas di sekolah sebagai kegiatan formal, kita bisa belajar dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja," kata Turah Pemayun.
Turah Pemayun Kesiman
Tokoh Turah Pemayun Kesiman sebagai pendiri YBBB, saat ini memasuki usia 48 tahun dengan kelahiran 31 Desember 1968 kelahiran Pamayun, Kesiman Depansar.
Ia juga telah mendirikan Badan Independen Pemantau Pembangunan & Lingkungan Hidup (BIPPLH) untuk pemantauan pembangunan dan lingkungan hidup.
Disamping itu, sebagai Budayawan "Undagi Bali" atau Arsitek Bali telah menulis Buku "Tata-Titi Bali".
Turah Pemayun juga memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan Pura Campuhan Windhu Segara yang diresmikan pada tanggal 9-9-2016 dengan pendiri Maha Guru Aiteria Narayana, Puri Agung Klungkung Ida dalem Smaraputra dan Gubenur Bali Made Mangku Pastika di Padang Galak, Sanur, Denpasar.
Pura tersebut tergolong sangat unik, oleh karena pertemuan antara sungai yang bermuara ke timur dan pantai.
Maha Guru Aiteria Narayana didampingi Sri Saci Sanjiwani mengatakan, sumbangsih yang diberikan oleh Turah Pemayun Kesiman tidak dapat dibandingkan dengan materi.
Saat ini, Maha Guru Aiteria Narayana telah memasuki jenjang "Wanaprasta" telah menerapkan "Catur Asrama" untuk hidup tidak adanya ikatan duniawi, termasuk kepada kelaurga.
"Saya berusaha semaksimal mungkin, memanfaatkan kesempatan sisa hidup ini untuk mempelajari serta menerapkan sesuai dengan kitab suci dan sastra Veda," ujar Maha Guru Aiteria Narayana.
Ia mengharapkan, generasi muda Bali pada khususnya lebih meningkatkan budaya belajar dan mampu mengimplementasikan antara teori dan praktik dalam kehidupan sehari-hari.
Serta mengakui kelebihan orang lain, senang berbagi dan termasuk dirinya sempat belajar dengan Turah Pemayun Kesiman terkait cara melukat dengan benar.
Pura Campuhan Windhu Segara yang dibangun di atas tanah negara membutuhkan perjuangan yang luar biasa dalam menghadapi pro/kontra dari berbagai pihak.
Pembangunan pura pada zaman kali, itu merupakan hal yang luar biasa dengan merosotnya moral manusia hingga 99 persen. Jika dilakukan pembangunannya oleh para leluhur pada zaman Kertayuga.
Pembangunan pura tersebut, diperuntukkan oleh semua umat manusia, tidak memandang latar belakang dengan catatan memiliki niat yang baik untuk kemajuan perdaban dunia. (*)
Yayasan Bumi Bali Bagus, Ir I Gusti Ngurah Bagus Muditha
Senin, 24 Oktober 2016 16:15 WIB