Denpasar (Antara Bali) - Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B) menuntut Pemerintah Provinsi Bali agar segera memblokir Grab dan Uber Taxi atau angkutan umum yang berbasis aplikasi "online" itu paling lambat 3 Oktober 2016.
"Kami sudah mengirim surat kepada pemerintah kabupaten terkait penurunan baliho (atribut Grab dan Uber Taxi-red), tetapi masih belum diturunkan. Mungkin menunggu 1 Oktober saat pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016," kata Koordinator Alstar-B, I Ketut Witra di Denpasar, Rabu.
Di sela aksi damai ratusan sopir di depan Kantor Gubernur dan DPRD Bali, ia menjelaskan jika hingga 3 Oktober mendatang belum ada penurunan baliho dan tidak diblokir, maka pihaknya akan terus turun ke jalan dengan jumlah massa yang lebih besar.
Oleh karena itu Witra meminta pemerintah memenuhi lima pernyataan sikap dari Alstar-B, diantaranya memblokir Grab dan Uber Taxi, menutup aplikasi Grab dan Uber Taxi dengan bersurat ke Kominfo, dan menurunkan semua atribut/spanduk Grab dan Uber Taxi.
Selain itu, menuntut Dinas Perhubungan mengeluarkan pernyataan bahwa taxi online tidak memenuhi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32, serta mendukung Kejati Bali untuk melanjutkan pemeriksaan penyelewengan izin yang ada di Organda Bali.
"Kami juga akan membuat tim yustisi yang akan turun menindak Grab dan Uber Taxi yang masih beroperasi," ujarnya.
Sementara itu, Asisten II Setda Provinsi Bali I Ketut Wija yang menemui ratusan sopir itu meminta mereka agar tidak main hakim sendiri, termasuk merazia sendiri angkutan berbasis online itu. "Para sopir lebih baik melaporkan kepada aparat yang berwenang," ujarnya.
Pemprov Bali, lanjut Wija sebetulnya sudah tegas dengan keluarnya Surat Gubernur tanggal 28 Februari 2016 yang menyetop beroperasinya seluruh kegiatan online, baik taxi online, Uber taxi, dan Grab.
"Namun demikian ada juga PM 32 yang memberikan persyaratan-persyaratan yang tidak jauh berbeda dengan persyaratan taxi biasa atau jenis-jenis angkutan yang lain. Sepanjang dia bisa memenuhi itu, tentu kami akan fasilitasi," katanya.
Tetapi sampai hari ini belum ada satupun yang memenuhi persyaratan yang tercantum dalam PM 32 tersebut. Artinya, angkutan online yang ada di Bali tidak memenuhi syarat. Langkah-langkah hukum selanjutnya akan disesuaikan dengan ketentuan.
Sedangkan Peraturan Menteri Perhubungan No 32/2016 baru efektif diberlakukan 1 Oktober mendatang. Jadi, angkutan online itu tidak bisa langsung diberhentikan sekarang.
"Termasuk belum bisa dilakukan penurunan baliho, sebab yang memberikan izin baliho tersebut adalah pemerintah kabupaten/kota bukan provinsi," ucap Wija didampingi Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom Bali Ketut Artika dan Kasatpol PP Bali I Made Sukadana itu. (WDY)