Jakarta (Antara Bali) - Menteri Perdagangan Thomas Lembong meminta
Parlemen Prancis untuk membatalkan rencana pemberlakuan pajak progresif
minyak kelapa sawit yang diatur dalam Amandemen No.367 dan diadopsi
Majelis Tinggi Legislatif Prancis.
"Kami secara resmi minta pemerintah dan Parlemen Prancis
membatalkan amandemen itu. Saya optimis pemerintah dan Parlemen Prancis
mau menjaga hubungan kerja sama perdagangan ini secara baik dan bersedia
mendengarkan suara kami," kata Thomas dalam keterangan tertulis yang
diterima, Kamis.
Rencananya Majelis Nasional Prancis akan memutuskan amandemen
tersebut menjadi undang-undang pada 15 Maret 2016. Namun Indonesia
berpendapat bahwa pemberlakuan pajak progresif pada kelapa sawit
tersebut akan melanggar prinsip-prinsip national treatment dan
non-discrimination sebagaimana diatur dalam WTO General Agreement on
Tariffs and Trade 1994.
Pajak tinggi tersebut ditujukan hanya pada produk minyak sawit
tetapi tidak pada produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga
matahari, minyak jagung, ataupun rapeseed oil. Dalam draf Amandemen No.
367 disebutkan, produk yang mengandung palm oil, palm kernel oil, dan
coconut oil akan dikenakan pajak yang akan meningkat secara progresif.
Rencananya, pada 2017 mendatang pajak yang akan dikenakan adalah
sebesar 300 Euro per ton dan akan terus meningkat menjadi 900 Euro per
ton pada 2020. Bahkan setelah tahun 2020, pajak tersebut akan terus
dinaikkan.
Thomas menambahkan, Prancis telah menandatangani Amsterdam
Declaration in Support of a Fully Sustainable Palm Oil Supply Chain by
2020, dan dengan menjadi bagian dari kesepakatan tersebut semestinya
Prancis mendukung negara-negara eksportir minyak sawit untuk menerapkan
sistem Sustainable Palm Oil sebagaimana sudah diterapkan Indonesia
melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Saya berharap Pemerintah Prancis menunjukkan sikap tegas menolak amandemen ini," ujar Thomas.
Menurut Thomas, jika Amandemen No. 367 terhadap Undang-Undang
Tentang Keragaman Hayati dilanjutkan, maka akan berdampak pada PDB
Indonesia karena sektor ini menyumbang 1,6 persen terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Kebijakan yang diskriminatif itu juga akan mempengaruhi kehidupan
16 juta pekerja langsung dan tidak langsung di sektor tersebut, dan
sekitar 61 kota di Indonesia yang bergantung pada kegiatan di sektor
sawit.
"Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia
terpenting dengan kontribusi sebesar 19 miliar dolar AS per tahun. Jika
amandemen diberlakukan, dampaknya cukup besar bagi Indonesia," kata
Thomas.
Sebagai gambaran, harga minyak sawit dalam beberapa tahun terakhir
berada pada kisaran 550 Euro per ton, sehingga pengenaan pajak
progresif hingga mencapai 900 Euro per ton dapat dipandang sebagai
langkah diskriminatif agar importir, pengguna, dan konsumen minyak
kelapa sawit beralih ke minyak nabati lainnya yang diproduksi di Prancis
dan negara Eropa lainnya. (WDY)
Mendag Minta Parlemen Prancis Batalkan Pajak Sawit
Jumat, 12 Februari 2016 7:06 WIB