Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi I DPRD Bali I Nyoman Tirtawan mengkritisi banyaknya kasus pelanggaran sempadan pantai di beberapa daerah di Pulau Dewata oleh pihak warga setempat atau kalangan pengusaha, tanpa mengindahkan aturan yang berlaku.
"Mestinya sempadan pantai itu berjarak 100 meter, tapi aturan itu banyak dilanggar. Aturan seperti jadi penghias buku saja," kata I Nyoman Tirtawan, anggota Komisi I DPRD Bali dari fraksi Nasdem di Denpasar, Minggu.
Lebih lanjut dia mengatakan, pelanggar aturan itu tidak hanya masyarakat setempat yang mendirikan warung atau rumah yang langsung berada di pinggir pantai. Kalangan pengusaha pun banyak yang mendirikan usaha seperti restoran atau hotel, dengan jarak sangat dekat dengan bibir pantai.
Padahal, lanjut dia, pantai merupakan "public area" sehingga tidak bisa dikuasai secara pribadi. Berlatar belakang banyaknya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, sehingga pemerintah mengeluarkan aturan tata kelola kawasan pesisir. Akhirnya terbitlah Undang-Undang No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU PWP-PPK). Dalam praktiknya muncul banyak pelanggaran, hingga dilakukan beberapa perubahan yang kemudian disahkan menjadi UU No 1 tahun 2014.
Tirtawan menyebutkan, jika berkaca di sejumlah negara maju, maka masalah sempadan pantai ini tidak menjadi persoalan serius. Masyarakat bersangkutan sudah memiliki kesadaran tinggi untuk menegakkan hukum.
"Barometer kemajuan suatu daerah sebenarnya bisa dilihat dari tingkat kesadaran terhadap aturan. Ini yang masih harus ditegakkan di negara kita, karena aturan sudah jelas tapi pelanggaran tetap berlangsung," ujarnya menyesalkan.
Dia mencontohkan, kadang ada oknum pengusaha yang berani membangun hingga sangat dekat dengan bibir pantai, berhubung sudah mengantongi "surat sakti" dari bupati. Padahal bupati ini melanggar Perda, tapi seolah tutup mata.
Politisi asal Buleleng ini menyatakan, kasus lain yang pernah muncul misalnya ada hotel yang seperti mengkapling wilayah pantai.
Masyarakat yang ingin berpiknik di wilayah pantai akhirnya dilarang, agar sepenuhnya dipergunakan tamu yang menginap.
"Kalau sudah seperti ini, jelas-jelas namanya melanggar hukum. Pantai bukan wilayah yang bisa dikapling secara pribadi," kata dia.
Tirtawan sempat menyesalkan bahwa pelanggaran sempadan pantai itu terjadi merata di semua wilayah di Bali. Dikatakannya, pemerintah sudah ada pegangan aturan, semestinya memiliki amanat untuk menegakkan aturan agar pelanggaran tidak berkelanjutan. (WDY)