Jakarta (Antara Bali) - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan Presiden Joko Widodo dapat mengintervensi Polri untuk membebaskan penyidik KPK Novel Baswedan atas dasar tanggung jawab memelihara keamanan dan ketertiban di masyarakat.
"Apabila Novel Baswedan tidak dibebaskan, ada kekhawatiran akan menyulut kembali konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri yang berpotensi menimbulkan masalah baru yang lebih besar," kata Said Salahudin melalui surat elektronik di Jakarta, Senin.
Menurut Said, konflik antara KPK dengan Polri bisa menimbulkan gangguan keamanan atau setidaknya ketidaktertiban dan ketidakharmonisan di tengah masyarakat.
Said mengatakan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum. Karena itu, Presiden berkewajiban memastikan hubungan antara sesama penegak hukum berjalan harmonis. "Apabila Novel tetap ditahan, ada potensi hubungan KPK dan Polri menjadi terganggu dan berdampak pada proses penegakan hukum yang lebih luas," tuturnya.
Lebih dari itu, Said menilai intervensi yang dilakukan Presiden dalam kasus Novel sebetulnya tidak terlalu dalam. Presiden tidak memerintahkan Polri untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). "Presiden hanya memerintahkan agar Novel tidak ditahan. Terhadap kasusnya sendiri, Presiden meminta proses dilakukan secara transparan," katanya.
Presiden Jokowi memberikan tiga perintah kepada pimpinan Polri terkait penangkapan penyidik senior KPK Novel Baswedan, yaitu supaya Novel tidak ditahan dan proses hukumnya dilakukan secara transparan.
Perintah terakhir adalah kepada Wakil Kepala Polri Komjen Polisi Budi Gunawan agar yang bersangkutan tidak memberikan pernyataan yang membuat kontroversi di masyarakat. Perintah Kepala Negara terhadap kasus Novel tersebut menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai Presiden seharusnya tidak melakukan intervensi terhadap institusi penegak hukum. (WDY)
Sigma: Presiden Intervensi Polri Untuk Jaga Ketertiban
Senin, 4 Mei 2015 9:14 WIB