Denpasar (Antara Bali) - Guru Besar Sosiologi Bidang Agama Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana menilai, sektor kepariwisataan Bali yang mampu menarik sedikitnya empat juta wisman per tahun berdampak pada eksploitasi budaya setempat.
"Kondisi demikian sebagai akibat banyak terjadi industri budaya yang berorientasi pada uang, sehingga semakin banyak produk budaya yang distandarisasikan dan diindividualisasi," kata Prof Sudiana yang juga ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali di Denpasar, Rabu.
Guru besar pada Fakultas Dharma Duta Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu menjelaskan, individualisasi tersebut yang dimaksud adalah ideologi yang menyembunyikan standarisasi. Industri budaya sebagai ideologi yang mengikis dan memanipulasi, mendukung dominasi pasar dan fetisisme komoditas, ideologi yang konformis sekaligus mematikan pikiran, menerima tata aturan kapitalis dan cenderung bersifat status quo.
Industri budaya bersentuhan dengan kesalahan, bukan kebenaran, kebutuhan palsu dan solusi palsu serta bukan kebutuhan dan solusi riil. Ngurah Sudiana menambahkan, industri budaya dapat menaikkan dan memajukan pendapatan ekonomi masyarakat Bali, namun pada sisi lain melemahkan pertahanan relegius yang terus mengalami desakralisasi.
Kondisi tersebut menyebabkan ruang sakral dan roh budaya Bali dikalahkan oleh kebutuhan komoditas ekonomi yang orientasinya uang. Hal itu banyak memunculkan berbagai perkara perebutan harta pusaka, laba pura (areal milik pura) dan laba desa (areal bersama milik warga desa) maupun pencurian benda-benda sakral (pratime).
Semua itu berpengaruh terhadap menurunnya nilai "seradha bakti" (rasa pengabdian) masyarakat Bali yang berdampak munculnya keserakahan dan pecahnya hubungan individu, keluarga dan desa dalam memperebutkan kebutuhan komoditas untuk memenuhi kebutuhan uang.
Semua itu menimbulkan terjadinya beban mental yang terlalu berat untuk mengejar kebutuhan palsu, akhirnya jika tidak tahan menghadapi masalah rumit tersebut, salah satu jalan pintas bisa diambil untuk mengatasi masalah dengan bunuh diri. Padahal kasus bunuh diri yang marak terjadi di Bali belakangan ini dari pandangan Hindu termasuk "ulah pati" atau mati dengan cara yang salah. Korban (pelaku) termasuk dosa besar karena memaksa diri mencabut nyawanya. (WDY)
