Denpasar (Antara Bali) - Jembrana yang merupakan pintu masuk Bali lewat darat dari Pulau Jawa selama ini hanya dilewati begitu saja oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara, padahal daerah itu memiliki sejumlah objek wisata yang menarik.
Wisatawan mancanegara yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai selama ini relatif sangat jarang menunjungi objek wisata di Bali barat karena terkendala jarak, kurang lebih 120 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan selama 2,5 jam.
Kondisi yang demikian menyebabkan sektor pariwisata di Jembrana belum berkembang, seperti Kabupaten Badung, Kota Denpasar, maupun Kabupaten Gianyar, yang telah menikmati gemerencing dolar yang dibelanjakan oleh wisatawan mancanegara.
Padahal, kata pengamat pariwisata Dharma Santika Putra, Pemkab Jembrana telah melakukan berbagai upaya dan terobosan agar wisatawan yang berlibur ke Bali juga menyempatkan diri mengunjungi objek wisata di Bali barat.
Jembrana memiliki sejumlah objek wisata menarik, antara lain Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dengan flora, fauna--bahkan satu-satunya mengoleksi burung jalak Bali--, dan atraksi wisata Mekepung.
Atraksi yang unik dan menarik itu menggunakan dua ekor kerbau jantan dengan berat lebih dari 600 kilogram per ekor "dirakit" seperti halnya petani membajak di sawah yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik dua buah pedati.
Di antara kedua pedati itu, terdapat tempat untuk berdirinya sais, seseorang yang mengendalikan kedua ekor kerbau agar berlari kencang di tanah lapang, dalam istilah masyarakat setempat disebut "mekepung".
Kegiatan unik dan menarik itu dilakukan secara rutin oleh masyarakat Kabupaten Jembrana, Bali barat, seusai panen di sawah. Mekepung yang biasa dilakukan masyarakat dalam tingkat banjar, desa, kecamatan, dan bahkan kabupaten.
Kegiatan adu kecepatan lari kerbau yang dikendalikan oleh masing-masing sais diiringi dengan alunan jegog, instrumen musik tradisional khas Bali barat yang terbuat dari bahan baku bambu.
Makin keras suara jegog, makin semangat sais memukul punggung kedua kerbau, larinya makin kencang. Kerbau yang dilengkapi dengan berbagai hiasan dikendalikan oleh seseorang (sais) untuk diadu kecepatan dengan pasangan kerbau lainnya di tanah lapang.
Oleh sebab itu, Pemkab Jembrana, Bali, diminta membangun pariwisata dengan tujuan memberikan pelayanan kepada publik, bukan semata-mata bertujuan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Hal itu, menurut Dharma Santika Putra, relatif sangat penting karena selama ini paradigma pembangunan infrastruktur pariwisata Jembrana masih menggunakan hitung-hitungan untung rugi karena dikaitkan dengan PAD.
Paradigma tersebut menyebabkan pembangunan pariwisata di Jembrana tidak menjadi prioritas. Dengan memperhatikan geografi daerah, relatif sulit untuk mengharapkan PAD yang besar dari sektor pariwisata, seperti yang diraih oleh Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
Daerah Penyangga
Dharma Santika Putra menilai sikap Pemkab Jembrana dengan memosisikan diri sebagai daerah penyangga pariwisata sudah tepat. Namun, juga harus diimbangi dengan perhatian yang besar untuk membangun sektor pariwisata.
Hal itu penting karena menjadi daerah penyangga, bukan berarti pembangunan sektor pariwisata diabaikan. Akan tetapi, pertimbangan dan kajiannya yang harus diubah. Bukan lagi untuk mengejar PAD, melainkan sebagai bagian dari pelayanan publik.
Masyarakat Jembrana sangat ingin memiliki objek wisata yang representatif dan bisa dibanggakan dengan daerah lain, yang hingga kini belum terpenuhi.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur pariwisata hendaknya diarahkan pada objek wisata di pegunungan karena Jembrana memiliki potensi besar, di samping keindahan panorama pantai.
Pengembangan objek wisata pegunungan, juga mendapat dukungan anggota Komisi A DPRD Kabupaten Jembrana H. Adrimin. Dia berjanji akan membicarakan dengan eksekutif.
Hal itu harus menjadi perhatian utama pengembangan pariwisata pegunungan dengan terlebih dahulu memperbaiki akses jalan, seperti menuju ke beberapa air terjun yang ada di Bali barat.
Objek wisata air terjun di Jembrana relatif cukup bagus, cuma terkendala akses jalan. Dengan pembukaan jalan, serta penambahan beberapa fasilitas kecil, seperti tempat istirahat, akan banyak masyarakat, termasuk wisatawan akan datang menikmatinya.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Budaya Kabupaten Jembrana Nyoman Partika menyayangkan rendahnya kesadaran wisata masyarakat untuk merawat objek wisata, khususnya dari sisi kebersihan yang masih relatif kurang.
Kondisi objek wisata Teluk Gilimanuk, misalnya, terkesan kumuh sehingga perlu bimbingan teknis yang akan mencakup seluruh aspek pengelolaan objek wisata tersebut.
Selain itu, menata kembali kawasan Teluk Gilimanuk dengan membangun dua unit warung kuliner dan beberapa fasilitas lain di sekitarnya. Sejumlah warung yang ada dipindahkan untuk menghindari kesan kumuh.
Teluk Gilimanuk dipenuhi sampah dan tumbuhan liar pada saat musim hujan. Semak belukar tumbuh hampir di semua areal teluk, termasuk di lahan tempat berdirinya patung Dewa Siwa sebagai ikon di pintu gerbang Bali dari arah Pulau Jawa.
Jeruji besi yang mengelilingi kawasan teluk juga dipenuhi semak belukar sehingga kawasan Teluk Gilimanuk tidak terlihat sebagai objek wisata dari pengguna jalan yang melintas di Jalan Raya Denpasar--Gilimanuk. Wisatawan hanya lewat begitu saja.
Belum Mendesak
Bupati Jembrana I Putu Artha menganggap belum perlu membentuk satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau dinas yang khusus mengurus sektor kepariwisataan di daerah tersebut.
Mengurusi sektor pariwisata yang ada selama ini, dengan bergabung di Dinas Pendidikan, menurut dia, mampu untuk menangani pariwisata. Tinggal koordinasi kepala dinas dengan bidang pariwisata yang harus terus diperkuat.
Pemkab menyambut baik pembangunan infrastruktur pariwisata sebagai bagian dari pelayanan publik. Namun, harus dilakukan bertahap mengingat kemampuan keuangan daerah.
Demikian pula, pariwisata pegunungan, seperti air terjun potensial yang dikembangkan masih terkendala akses jalan. Pemkab Jembrana segera meneliti dan mengkaji pembukaan jalan ke lokasi air terjun terkait dengan pembebasan lahannya. Apakah jalan yang akan digunakan milik pemerintah atau milik pribadi? Misalnya, yang menuju ke air terjun Juwuk Manis, Kecamatan Pekutatan.
Jika akses jalan menggunakan lahan milik negara atau milik Kementerian Kehutanan, menurut dia, lebih mudah mengurusnya, seperti yang dilakukan terhadap lahan di kawasan Pantai Karangsewu, Kelurahan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana. (WDY)
Jembrana Belum Nikmati Gemerencing Dolar Pariwisata
Sabtu, 11 April 2015 19:34 WIB