Denpasar (Antara Bali) - Konsep Nyepi, yakni kehidupan yang hening, damai tanpa polusi yang dilakoni masyarakat Bali tanpa aktivitas sehari penuh pada peralihan tahun baru saka dari 1936 ke 1937 akan jatuh pada hari Sabtu (21/3).
Konsep Nyepi yang ditawarkan pada 168 negara ketika berlangsungnya Konferensi Internasional Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali, pada tahun 2007, kini mendapat pengakuan secara global.
Kehidupan yang sunyi-senyap bagai pulau mati tanpa penghuni saat umat Hindu di Pulau Dewata merayakan Hari Suci Nyepi, bertepatan dengan tibanya tahun saka (caka) yang dirayakan sekali dalam setahun.
Pada hari yang sangat istimewa itu, manusia Bali wajib melaksanakan empat pantangan dan larangan yang meliputi tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan), serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang, atau hura-hura (amati lelanguan), tutur Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi.
Manusia Bali telah merayakan Hari Suci Nyepi secara turun-temurun sejak zaman Raja Kaniska I dari Dinasti Kusana di Asia Selatan yang naik takhta pada tahun 78 Masehi, kini diakui masyarakat internasional yang mampu memberikan dampak positif dalam mengendalikan diri dan penyadaran lingkungan.
Pada saat Nyepi, manusia pun dituntut beristirahat dari berbagai aktivitas keseharian, termasuk tidak mencemari bumi dan alam sekitarnya dengan aneka polusi, seperti yang telah diakui Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali, pada tahun 2007.
Konsep Nyepi di Bali itu ditularkan kepada masyarakat dunia dalam meningkatkan penyadaran lingkungan sebagai upaya mengurangi tingkat pencematan yang bisa ditekan di jagat raya ini.
Konsep Nyepi yang ditawarkan dan mendapat pengakuan dari 189 negara di belahan dunia itu menjadikannya sebagai momentum "mengistirahatkan" bumi yang bebannya makin berat.
Nyepi (hening) selama 24 jam itu memiliki makna penting bagi keseimbangan alam semesta, baik dunia rohani maupun jasmani (Panca Mahabutha), sekaligus memberikan kesempatan kepada alam untuk mampu menjadi paru-paru dunia.
"Untuk itu, konsep Nyepi berupa kedamaian (santhi) perlu dijaga dengan baik, tidak saja oleh Bali, Indonesia, tetapi juga dunia internasional," ujar Dr. Sumadi yang pernah sebagai petinjau Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) saat mengadopsi kearifan lokal Bali Tri Hita Karana di Nusa Dua Oktober 2013.
Kehidupan yang sunyi dan damai itu telah memberikan inspirasi terhadap gerakan hemat energi, "World Silent Day", yang mengimbau masyarakat global untuk memadamkan listrik selama empat jam setiap 21 Maret.
Itu artinya dari sebuah ritual yang bersifat lokal Bali, Nyepi telah dimaknai sebagai bagian dari gerakan peduli lingkungan yang lebih global. Bahkan, bisa dikatakan, Nyepi sudah ditransformasikan dari sebentuk perilaku ritual menjadi kesalehan sosial.
Diisolasi
Bali pada Hari Suci Nyepi itu diisolasi dari pengaruh luar karena seluruh pintu masuk lewat udara, laut, dan darat untuk sehari penuh ditutup secara totol dengan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan berbagai pihak.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika telah bersurat kepada lima menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK terkait dengan penutupan sementara Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, serangkaian Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1937 pada hari Sabtu (21/3).
Surat tersebut telah disampaikan sejak dini, dengan harapan dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang terkait, baik di tingkat nasional maupu masyarakat internasional.
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, Surat Gubernur Bali Nomor 003.2/24986/DPIK tertanggal 17 November 2014 ditujukan kepada 41 instansi di tingkat pusat, Bali maupun kabupaten/kota di daerah ini.
Kelima menteri tersebut terdiri atas Menteri Perhubungan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informasi, serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Surat tentang penutupan Bandara Ngurah Rai itu juga ditujukan kepada Dirjen Perhubungan Udara, Laut, dan Darat Kementerian Perhubungan di Jakarta, Ketua DPRD Provinsi Bali, Panglima Kodam IX Udayana, dan Kapolda Bali.
Guru besar dalam bidang sosiologi agama pada Fakultas Dharma Duta Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar menjelaskan bahwa surat pemberitahuan kepada lima menteri terkait itu dengan harapan dapat meneruskan kepada seluruh perusahaan penerbangan di Indonesia maupun mancanegara.
Dengan demikian, perusahaan penerbangan dalam dan luar negeri tidak menjadwalkan penerbangan ke Bali saat umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian pada hari Sabtu, 21 Maret 2015.
Penutupan sementara Bandara Ngurah Rai kali ini, 21 Maret 2015, merupakan yang ke-17 kalinya sejak 1999, yang berlangsung selama 24 jam sejak pukul 06.00 WITA hingga jam 06.00 waktu setempat keesokan harinya.
Gubernur Pastika bersurat kepada menteri dan instansi terkait tentang penutupan Bandara Ngurah Rai itu diperkuat dengan surat Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, 1 September 1999, perihal Pengoperasian Bandara Ngurah Rai.
Surat Edaran Gubernur Bali tersebut berisi larangan yang wajib ditaati semua pihak di Bali, ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah (sipil, TNI, dan Polri), serta lembaga swasta masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga adat, maupun perusahaan penerbangan, angkutan darat, dan perusahaan pelayaran.
Co-General Manajer PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ngurah Ardita, menjelaskan bahwa penutupan sementara secara total Bandara Ngurah Rai merupakan hal rutin yang dilaksanakan setiap tahun serangkaian Hari Suci Nyepi.
Meskipun ditutup secara total, untuk kondisi tertentu, seperti pendaratan darurat dan alasan medis, operasional bandara masih dimungkinkan untuk dibuka.
Hal itu didasarkan atas pertimbangan karena Bandara Ngurah Rai merupakan bandara alternatif untuk kondisi tertentu, seperti "emergency" tetap menyiagakan tenaga operasional, petugas keamanan, petugas "ground handling", dan instansi terkait lainnya.
Pihak bandara telah mengirimkan "Notice to Airman" (Notamn) dengan nomor A0068/16 pada tanggal 16 Januari 2015 ke seluruh maskapai penerbangan dan bandara di seluruh dunia sehingga maskapai bisa mengatur atau menjadwalkan ulang penerbangannya.
"Mereka tetap bersiaga sesuai dengan jadwal tugasnya, tidak ada yang dikurangi," katanya.
Selain menerbitkan Notamn, Bandara Ngurah Rai juga telah berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkait, termasuk perusahaan, petugas keamanan, dan aparat desa sekitar bandara.
Dengan demikian, selama Nyepi, sebanyak 258 penerbangan reguler domestik dari 10 maskapai nasional dan 164 jadwal penerbangan internasional yang dilayani 23 maskapai penerbangan yang melayani rute ke seluruh kota di dunia tidak beroperasi.
Penerbangan terakhir sesaat menjelang penutupan, lanjut dia, akan dilayani oleh maskapai Korean Air tujuan Incheon, Korea Selatan, yang lepas landas pada pukul 03.00 WITA pada tanggal 21 Maret 2015.
Pelabuhan Juga Ditutup
Selain pintu masuk Bali lewat udara, enam pelabuhan laut di Pulau Dewata juga ditutup sementara secara total untuk menghormati umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian.
Keenam pelabuhan laut tersebut, di antaranya Pelabuhan Gilimanuk, pintu masuk Bali lewat darat dari Pulau Jawa; Pelabuhan Padangbai, pintu masuk Bali dari Nusa Tenggara Barat (NTB); dan Pelabuhan Benoa di Denpasar yang melayani kapal penumpang dan bongkar muat dari berbagai daerah di Indonesia.
Pelabuhan terbesar di Bali itu juga menjadi tempat mangkal ratusan kapal penangkapan ikan milik sejumlah perusahaan yang melakukan aktivitas di perairan bebas.
Selain itu, juga Pelabuhan Celukan Bawang, pelabuhan khusus bongkar muat bahan bangunan berupa kayu dan semen di Kabupaten Buleleng, Bali utara juga tidak beroperasi selama 24 jam.
Demikian pula, pelabuhan Amuk di Kabupaten Karangasem yang khusus melayani kapal pesiar dari mancanegara dan pelabuhan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung tidak beroperasi terkait dengan Hari suci Nyepi.
Sekitar 30 kapal yang selama ini melayani Pelabuhan Gilimanuk untuk menghubungkan transportasi Bali--Jawa dan sebaliknya, juga terpaksa istirahat selama 24 jam saat umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi.
Sebanyak 18 unit kapal di Pelabuhan Padangbai yang selama ini melayani penyeberangan Bali--Lombok, NTB, juga tidak beroperasi selama 24 jam, mulai Sabtu (21/3) pukul 06.00 WITA hingga Minggu (22/3) pukul 06.00 WITA.
Transportasi di Bali juga lumpuh total karena jutaan unit kendaraan bermotor di Bali tidak beroperasi, seperti hari-hari biasanya.
Oleh sebab itu, wisatawan mancanegara maupun nusantara yang akan berliburan ke Bali agar tidak bertepatan dengan Hari Suci Nyepi. Pasalnya, mereka akan menghadapi kesulitan, yakni harus diam di pintu-pintu masuk hingga transportasi normal kembali.
Untuk itu, wisatawan yang akan ke Bali agar memajukan atau menunda jadwalnya sehari karena desa adat (pekraman) dan pemerintah setempat tidak memberikan toleransi kepada siapa pun, kecuali warganya yang sakit dan harus diangkut ke rumah sakit. (WDY)
Konsep Nyepi Kini Dapat Pengakuan Secara Global
Kamis, 19 Maret 2015 14:32 WIB