Kupang (Antara Bali) - Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana
(Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan mengatakan, hanya Mahkamah
Konstitusi (MK) yang bisa membatalkan revisi Undang-undang Pilkada yang
sudah ditetapkan DPR.
"Presiden tidak memiliki kewenangan untuk
membatalkan UU Pilkada yang sudah ditetapkan DPR, termasuk menerbitkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). Hak veto itu hanya
berlaku di Amerika," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, NTT, Senin.
Dia
mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan presiden bisa
menggunakan kewenangannya untuk membatalkan pelaksanaan UU Pilkada,
karena penetapan undang-undang itu mendapat reaksi penolakan hampir dari
seluruh elemen masyarakat bangsa ini.
Menurut dia, pembatalan UU
Pilkada hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),
berdasarkan permohonan dari partai politik, LSM atau elemen masyarakat
lain yang merasa bahwa UU Pilkada itu merugikan kepentingan umum.
Dalam konteks ini, maka perlu ada permohonan untuk melakukan uji materi terhadap undang-undang ini.
"Nanti
MK yang menilai dan memutuskan, apakah pilkada tetap dipilih oleh
rakyat atau dikembalikan DPRD. Presiden hanya menyiapkan peraturan
pelaksanaannya," ucapnya.
Dia menambahkan, proses perubahan
undang-undang pilkada yang dimotori Koalisi Merah Putih lebih karena
ingin membalas dendam atas kekalahannya di Pilpres 9 Juli 2014 lalu, dan
bukan untuk kepentingan bangsa ke depan.
Karena itu, dia yakin,
jika ada elemen masyarakat yang mengajukan uji materi terhadap
undang-undang ini, maka MK pasti akan mengembalikan mandat ini kepada
rakyat. (WDY)
Hanya MK Bisa Batalkan UU Pilkada
Senin, 29 September 2014 11:16 WIB
Presiden tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan UU Pilkada yang sudah ditetapkan DPR, termasuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)."