Denpasar (ANTARA) - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Made Mangku Pastika menggugah perguruan tinggi atau kampus-kampus di Bali dapat mencetak generasi muda calon pemimpin masa depan dengan pemikiran yang kritis dan berani berpendapat.
"Mahasiswa agar belajar dengan sungguh-sungguh, kritis, dinamis dan berani untuk menyampaikan pendapatnya. Kalau melihat yang tidak benar jangan hanya diam saja," kata Pastika dalam Sosialisasi Empat Konsensus Bangsa di Universitas Pendidikan Nasional, di Denpasar, Jumat.
Sosialisasi MPR bertajuk Penguatan dan Penegakan Nilai-Nilai Empat Konsensus Bangsa untuk Menjinakkan Politik Identitas ini diikuti ratusan mahasiswa setempat dengan menghadirkan narasumber akademisi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Dr Ni Wayan Widhiasthini, SSos, MSi dan Dr Drs I Nyoman Subanda, MSi.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu melihat dalam beberapa waktu terakhir ada kecenderungan pemahaman anak bangsa terkait nilai-nilai Empat Konsensus Berbangsa yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika mulai memudar.
"Bahkan untuk menyebut lima sila dalam Pancasila mungkin banyak yang tak hafal lagi, apalagi untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini tentu akan berdampak pada disintegrasi bangsa dan potensi kehancuran kalau tidak diantisipasi," ucap Pastika yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Oleh karena itu, sosialisasi Empat Konsensus Bangsa ini sangat penting bagi generasi muda yang akan mewarisi bangsa ini.
Baca juga: BBPOM ingatkan pelaku usaha herbal di Bali jamin keamanan produk
Terkait dengan politik identitas, lanjut Pastika, peristiwa Bom Bali pada 2002 merupakan salah satu manifestasi politik identitas yang buas. Tetapi politik identitas kini juga telah digunakan terkait kepentingan pemilu dan pilkada yang diikuti dengan praktik politik uang untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.
"Siapa yang mendapatkan suara banyak, maka itu yang menang. Yang menang, maka itu yang berkuasa. Kalau sudah berkuasa dapat membuat hukum dan bikin macam-macam. Negara bisa hancur kalau politik identitas itu tidak terkendali dan tidak bisa dijinakkan," ujarnya.
Oleh karena itu, sangat penting penguatan dan pemahaman Empat Konsensus Bangsa, yang juga didukung dengan anak-anak cerdas dan calon pemimpin yang dicetak dari perguruan tinggi.
"Pemimpin itu harus memiliki rasa percaya diri. Mengerti yang benar dan tidak benar, mengerti yang boleh dan tidak boleh, dan mana yang pantas dan tidak pantas. Selain itu bisa berpikir mana yang adil dan mana yang tidak adil. Yang paling penting juga keberanian karena percuma kalau pintar dan cerdas tetapi penakut," kata Pastika.
Mewakili Rektor Undiknas, AA Sri Rahayu Gorda mengatakan kampus setempat memiliki tanggung jawab untuk menjaga Empat Konsensus Bangsa ini. Ia berharap melalui sosialisasi tersebut mampu menambah wawasan mahasiswa sehingga bisa menjaga bangsa ini.
Narasumber Dr Ni Wayan Widhiasthini mengatakan politik identitas yang lahir di Amerika ini tidak muncul begitu saja. Di Indonesia politik identitas menguat saat era reformasi.
Baca juga: Mangku Pastika: Terapi herbal di Bali miliki nilai kemanusiaan
Widhiasthini memaparkan terkait ideologi transnasional yang merupakan ideologi yang menyebar dan dianut oleh banyak negara akibat perbatasan ekonomi dan sosial antarnegara semakin kabur. Bahkan ideologi transnasional menjadi antitesis dari nasionalisme dan yang dianggap paling efektif adalah dibungkus agama.
Sedangkan narasumber Dr I Nyoman Subanda menyampaikan belakangan ini politik uang makin dominan dan bahkan begitu masif serta terang-terangan.
"Politik identitas dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan sehingga masyarakat jadi pragmatis. Masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin yang dapat mensejahterakan rakyat," katanya.