Denpasar (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar Bali mengingatkan para pelaku usaha herbal di provinsi setempat agar dapat menjamin keamanan produknya sekaligus memberikan jaminan mutu atau kualitas.
"Yang jelas, BBPOM ingin melindungi masyarakat selaku konsumen dan juga melindungi pelaku usaha," kata Kepala BBPOM Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni di Denpasar, Kamis.
Adhi menyampaikan hal tersebut saat menjadi nara sumber dalam kegiatan reses anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika bertajuk Pengembangan Produk Herbal di Tengah Pasar Global: Tantangan dan Solusinya.
"Tanggung jawab pelaku usaha untuk menjamin produknya aman dan bermutu. Untuk membuat produk aman dan bermutu harus mempunyai sistem mutu. Ini kemudian harus memenuhi syarat cara produksi yang baik dan setelah itu baru dapat izin edar dari BBPOM," katanya.
Menurut dia, salah satu kendala dari pelaku usaha untuk mengantongi izin edar yakni terkait kapasitas UMKM untuk memenuhi persyaratan tersebut, baik dari sisi peraturan maupun teknis keamanan produk hingga menjamin konsistensi produk aman dan bermutu.
Kendala lainnya, lanjut Adhi, pelaku usaha juga ada yang masih gagap teknologi (gaptek) dalam pengurus izin edar yang prosesnya bisa dilakukan secara daring.
Terkait dengan biaya, menurut dia, juga telah ada bantuan untuk UMKM, seperti untuk sertifikasinya diskon 50 persen, uji laboratorium juga gratis apabila terkait mengurus izin edar. Namun untuk pengujian mutu secara rutin, biayanya telah diatur sesuai ketentuan Kementerian Keuangan.
Pihaknya juga telah rutin melakukan pendampingan terkait pelayanan izin edar kepada pelaku usaha bersama, berkolaborasi dengan instansi terkait. "Jika masih ada tantangan, mari dicarikan solusi bersama agar jangan sampai produk Bali kalah dengan produk luar," katanya lagi.
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan, di tengah perkembangan pesat spa di Bali tentu tidak bisa dilepaskan dari penggunaan produk herbal.
"Herbal ini banyak sekali manfaatnya. Selain turut merawat alam dan melestarikan lingkungan hidup juga bisa memajukan UMKM dan melibatkan banyak orang. Ini usaha padat karya," kata mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Selain itu, Pastika mengatakan produk herbal tentu membutuhkan pengawasan yang ketat, karena jika asal-asalan akan dapat mengganggu kesehatan.
"Di sisi lain selaku usaha kini juga dihadapkan pada keharusan untuk mengantongi sertifikasi halal. Mudah-mudahan ini tidak menghambat kemajuan UMKM. Seringkali
permintaan pada UMKM banyak, tetapi tidak bisa dipenuhi karena masalah perizinan yang belum keluar," katanya.
Nengah Wijana, salah satu pelaku industri herbal di Bali mengatakan, tidak jarang produk UMKM di Bali menjadi kalah saing karena bahan baku banyak yang impor sehingga menimbulkan biaya tinggi.
Selain itu mengurus izin untuk satu jenis produk biayanya cukup tinggi. Ia mencontohkan, untuk biaya pengujian lengkap satu varian produk sebesar Rp5-10 juta, dan ia memproduksi 20 jenis sehingga bisa dibayangkan biayanya jadi tinggi. Belum lagi dengan produk lainnya.
Ia pun berharap agar masa berlaku satu notifikasi produk bisa diperpanjang dari sebelumnya tiga tahun menjadi lima tahun. "Kami akan sangat terbantu kalau ada regulasi yang mendukung penggunaan produk herbal lokal di hotel-hotel," katanya.
Ketua Pengusada Provinsi Bali yang juga Ketua Asosiasi Penyehat Tradisional Dr Putu Suta Sadnyana menjelaskan, herbal dalam tradisi Bali adalah salah satu dari sistem pengobatan tradisional Bali yang dikenal dengan konsep Kalimasada.
Kalimasada adalah lima golongan pengobatan tradisional Bali yang terdiri atas Taru Pramana, Sato Pramana, Mustika Pramana, Bayu Pramana, dan Jiwa Pramana.
Suta juga menyampaikan tantangan pengembangan herbal sebagai obat tradisional yakni berkembangnya pengobatan modern dengan teknologi yang canggih dan berbasis digital.
Selain itu terdapat jangka waktu berlaku untuk izin produksi obat tradisional, kemudian jangka waktu masa berlaku untuk Surat Terdaftar Penyehat Tradisional yang menggunakan ramuan. Selanjutnya masyarakat petani di perdesaan memerlukan bantuan pemasaran hasil tanaman herbalnya dengan harga yang baik.