Denpasar (ANTARA) - Anggota MPR Made Mangku Pastika mengajak kalangan perguruan tinggi di Provinsi Bali agar dapat menggemakan Empat Konsensus Bangsa yang sudah tertuang dalam sejumlah mata kuliah, menjadi lebih kontekstual sesuai dengan situasi kekinian.
"Pendidikan tinggi agar lebih realistis dalam memberikan pendidikannya, agar lebih kontekstual sesuai dengan situasi yang ada sekarang. Selama ini kesannya membosankan, itu saya dengar dari para mahasiswa," kata Pastika pada acara sosialisasi di Denpasar, Rabu.
Pastika menyampaikan hal tersebut dalam Sosialisasi Empat Konsensus Bangsa bertajuk Peranan Lembaga Pendidikan dalam Menegakkan Empat Konsensus Bangsa untuk Membentuk Sumber Daya Manusia Berintegritas.
Kegiatan sosialisasi yang diikuti para akademisi dan mahasiswa tersebut juga dihadiri mantan Hakim Mahkamah Konstitusi yang juga akademisi Dr Dewa Palguna, serta akademisi yang juga mantan Ketua KPU Buleleng Dr Gede Suardana.
"Di perguruan tinggi ada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, yang di dalamnya tentu ada bela negara, Pancasila dan sebagainya. Jadi, masalah empat konsensus ini sudah ada, tinggal sekarang apa itu meresap apa tidak pada mahasiswa," ujar anggota DPD RI dari daerah pemilihan Bali ini.
Gubernur Bali periode 2008-2018 itu pun berharap supaya penanaman nilai-nilai empat Konsensus Bangsa yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, bisa dilaksanakan lebih intensif karena saat ini ada indikasi ancaman terhadap empat konsensus tersebut.
Baca juga: Pastika: BUMDes bisa jadi mesin ekonomi dengan tahu potensi desa
"Salah satunya soal politik identitas itu ada kaitannya dengan hal-hal yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, MPR terus merasa ada kewajiban untuk mensosialisasikan kepada masyarakat," katanya.
Sementara itu pembicara Prof Dr I Nyoman Suyatna. memaparkan materi "Peran Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Pemahaman dan Tanggung Jawab Melaksanakan Nilai-Nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui Penguatan Hak dan Kewajiban sebagai Warga Negara.
Prof Suyatna menegaskan penting menjaga empat pilar ini agar bangsa ini tidak sampai terpecah. Warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
"Perguruan tinggi juga punya tanggung jawab. Demikian pula negara punya kewajiban melindungi warganya. Kalau masyarakat merasa dirugikan, maka pemerintah wajib memberi perlindungan hukum. Jadi masyarakat tidak perlu demo," ujarnya.
Ia menambahkan demokrasi di Indonesia juga berdasarkan mufakat sesuai dengan Sila ke-4 Pancasila, berbeda dengan negara yang liberal bisa melalui voting. Kalau voting, maka mayoritas yang akan menang.
Baca juga: Mangku Pastika kagumi pameran UMKM HUT Pemkot Denpasar
Suyatna juga menyampaikan kewenangan pemerintah, bila ada yang melanggar dapat dilakukan tindakan hukum, namun pemerintah juga bisa digugat.
Oleh karena itu pemahaman terhadap hak dan kewajiban yang baik dan benar itu sangat dibutuhkan, dan sebagai bangsa yang majemuk, potensi ancaman dan tantangan selalu ada.
"Untuk itu kualitas SDM perlu terus ditingkatkan. Mahasiswa jangan seperti kupu kupu (kuliah-pulang, kuliah pulang), tetapi harus mengisi dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat," katanya.
Sedangkan pemateri lainnya Dr Donder mengingatkan hendaknya bersatu dan bersama-sama dalam mengatasi persoalan, sebab negara dan warga negara tidak dapat dipisahkan karena warga negara (rakyat) merupakan syarat terbentuknya negara.
"Sejak awal, para pendiri negara Indonesia menyadari kemajemukan masyarakat merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati. Keanekaragaman ras, suku, agama, dan bahasa daerah merupakan khasanah budaya yang justru dapat menjadi unsur pemersatu bangsa," kata akademisi dari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa tersebut.
Ajaran Hindu, kata Donder, memastikan apabila ada seorang menyatakan dirinya sebagai orang Hindu, memahami ajaran Hindu secara baik dan benar, maka ia layak hidup damai di dunia material ini dan juga pada dunia lain setelah kehidupan di dunia ini.