Aneka jenis buah-buahan impor yang tertata apik sedemikian rupa di kios pedagang pasar tradisional, toko buah maupun pusat perbelanjaan di Bali hampir mendominasi dibanding buah-buah lokal hasil pertanian setempat.
Sekelompok kalangan intelektual di Pulau Dewata sebenarnya sejak lama mengajak dan mengharapkan masyarakat untuk mengonsumsi buah lokal dan hasil pertanian lainnya, sebagai upaya menghindari mengonsumsi buah impor, sekaligus menghemat devisa negara, serta mengangkat harkat dan martabat petani.
Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Bali telah berupaya mengajak kalangan hotel dan restoran untuk menyuguhkan buah lokal kepada wisatawan mancanegara yang sedang berliburan di Pulau Dewata.
Upaya yang dilakukan itu belum membuahkan hasil yang maksimal, dan hal itu mendorong pemerintah Provinsi Bali menggelar Festival Agribisnis 2014 sebagai upaya memperkenalkan produk-produk pertanian lokal berbasis organik kepada masyarakat luas, termasuk kalangan wisatawan.
Sebanyak 40 dari 200 kelompok tani binaan Pemprov Bali yang menghasilkan produk berkualitas ikut ambil bagian dalam festival tahunan berlangsung selama empat hari di Lapangan Monumen Badjra Sandhi Renon, Denpasar, 19-22 September 2014.
Festival Agribisnis yang digelar secara berkesinambungan setiap tahun itu diharapkan mampu memperpendek rantai pemasaran produk pertanian lokal, dengan mempertemukan petani dengan pelaku usaha.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardana ketika membuka festival tersebut mengharapkan lewat Festival Agrobisnis 2014 para pelaku usaha bisa memiliki kontak langsung dengan petani sehingga rantai pemasaran petani tidak terlalu panjang.
Hal itu menandakan bahwa produk pertanian lokal Bali telah mampu meraih pasar, dengan harapan petani tidak lagi kesulitan dalam mencari pasar. Panitia menargetkan festival tersebut mampu menghasilkan nilai transaksi langsung yang lebih besar jika dibandingkan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013, jumlah transaksi langsung di luar kontrak mencapai sekitar Rp500 juta dan kegiatan kali ini diharapkan meningkat untuk transaksi langsung karena waktu pelaksanaan diperpanjang satu hari dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu juga sebagai ajang promosi petani dari sembilan kabupaten/kota di Bali untuk memasarkan produk pertanian, disamping menciptakan peluang pasar dan mendorong masyarakat untuk semakin mencintai produk pertanian lokal, harap Ida Bagus Wisnuardana.
Ia pada kesempatan itu menyaksikan penandatangan kesepakatan antara empat petani dengan pelaku usaha dari kalangan pasar swalayan dan perhotelan untuk pemasaran hasil pertanian.
Pertanian Organik
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardana menjelaskan, Bali mengembangkan pertanian organik dengan sasaran mampu memberikan fungsi ganda, yakni meningkatkan pendapatan petani dan mengembalikan kesuburan tanah.
Meregenerasi tanah dari penggunaan pupuk kimia secara terus menerus itu sangat penting untuk memperoleh keanekaragaman hayati dan menyediakan makanan bermutu bagi masyarakat.
Penerapan pertanian organik itu menuntut adanya kesadaran masyarakat dan petani akan perlunya melestarikan lahan dan menjaga lingkungan dengan menghilangkan penggunaan bahan kimia.
Dengan demikian memperoleh banyak keuntungan dari pengembangan pertanian organik, sekaligus mendukung "Bali Clean and Green" yang dicanangkan bertepatan dengan pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengelolaan lingkungan hidup di Nusa Dua, 22 Februari 2010.
Untuk menjadikan Bali sebagai Pulau Bersih dan Hijau harus mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan komponen masyarakat. Oleh sebab itu sektor pertanian sejak dini menekankan pengembangan pertanian organik dengan menghindari sedini mungkin penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Bali mengembangkan pertanian organik dengan sasaran mampu meningkatkan mutu lingkungan, termasuk air dan udara, mampu menghasilkan produk yang lebih sehat, aman dan lebih bergizi, serta mengurangi penggunaan energi yang berlebihan (gas).
Hal lain yang tidak kalah penting meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan keharmonisan kehidupan. Dinas Pertanian setempat memperbanyak media informasi teknologi pertanian organik dengan rakitan teknologi yang bersifat praktis, mudah dipahami dan dikerjakan oleh petani secara berlanjut.
Demikian pula membangun citra pertanian organik sebagai upaya pengembangan hayati yang memproduksi bahan makanan sehat secara lestari dan berkelanjutan.
Hal penting lainnya melakukan pengawalan teknoologi sampai ke tingkat petani secara koordinasi oleh semua pihak yang berkompeten, sekaligus dapat mengantisipasi adanya intervensi informasi negatif yang diterima petani.
Mendorong pihak terkait dalam memberikan sistem insentif terhadap petani pelaksana pertanian organik, sebelum sistem pemasaran terlaksana secara maksimal.
Harga Lebih Mahal
Ida Bagus Wisnuardana mengatakan, komoditas hasil pertanian organik umumnya dihargai lebih mahal dibandingkan dengan hasil pertanian non organik, sehingga mampu memberikan nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan petani.
Hal itu berlaku untuk semua hasil produksi pertanian dalam arti luas. Gabah beras putih hasil pertanian organik misalnya dihargai Rp4.300/kg, sementara non organik Rp4.200 sehingga organik lebih mahal lagi Rp100 untuk setiap kilogramnya.
Dalam bentuk beras putih organik Rp12.000/kg, beras non organik hanya Rp8.500/kg sehingga selisih harga mencapai Rp3.500 per kilogram. Gabah beras merah organik Rp6.000/kg dan non organik hanya Rp5.000 sehingga ada selisih Rp1.000 setiap kilogramnya.
Untuk beras merah organik mencapai Rp18.000/kg, non organik hanya Rp16.000 sehingga mempunyai selisih Rp2.000/kg. Buah naga organik Rp27.000/kg dan non organik hanya Rp25.000/kg.
Demikian pula bawang merah organik mencapai Rp15.000/kg non organik hanya Rp10.000/kg sehingga terdapat selisih Rp5.000 untuk setiap kilogramnya.
Perbedaan harga antara hasil pertanian organik dan non organik juga berlaku untuk sayur mayur yang mencapai Rp5.545/kg. Untuk jenis kul misalnya hasil pertanian organik Rp4.000/kg, non organik Rp3.000/kg, wortel organik Rp13,500 dan non organik Rp7.000/kg, bunga kol organik Rp13.500 dan non organik Rp8.000. (WDY)