Jakarta (Antara Bali) - Anggota Dewan Pers Nezar Patria menilai hitung cepat (quick count) Pemilu Presiden 2014 yang dilakukan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan bagian dari jurnalistik sehingga pemanggilan manajemen RRI oleh Komisi I DPR adalah salah kaprah.
"Pemanggilan RRI oleh komisi I DPR salah kaprah. Karena quick count yang dilakukan RRI itu bagian dari jurnalistik. Itu nagian dari jurnalisme presisi. Kalau jurnalisme presisi dilakukan lembaga pers ini merupakan bagian dari fungsi jurnalis melayani publik," kata Nezar dalam diskusi "Kebebasan Penyiaran Quick Count" di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, di Jakarta, Rabu.
Menurut Nezar langkah yang dilakukan RRI melakukan hitung cepat justru perlu diapresiasi sebagai upaya untuk memberikan informasi yang cepat dan akurat dengan hitung cepat yang dilakukan berstandar ilmiah.
"Saya kira RRI melakukan langkah cukup tepat dengan melakukan quick count agar mendapat hasil yang cukup akurat. Ini patut didukung untuk membersihkan sumber informasi yang bisa menyesatkan," ujar Nezar.
Pada kesempatan yang sama, Pengamat Komunikasi Ade Armando menambahkan hitung cepat yang dilakukan RRI merupakan hak media tersebut sebagai lembaga penyiaran untuk mengumpulkan dan menyiarkan informasi kepada masyarakat.
"Saya menolak KPI melarang penyiaran quick count apalagi melarang RRI melakukan dan menyiarkan quick count. Itu hak (RRI) mengumpulkan dan menyiarkan informasi untuk media massa. Kalau KPI berani melarang bisa diajukan ke pengadilan karena melarang menyiarkan hasil quick count, yang dilarang itu kalau bohong," jelas Ade.
Apalagi, kata Ade, RRI mendanai survei hitung cepat dari dana sendiri melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"RRI dana dari APBN, dari litbang RRI. Kalau survei Kompas dari mana? Kompas. Jadi RRI mengeluarkan dana sendiri untuk melayani publik. Jadi, Komisi I panggil RRI itu berlebihan dan harus kita curigai," kata Ade.
"RRI sudah melakukan quick count sejak tahun 2009 dan saat itu Komisi I memuji RRI. Tapi kenapa sekarang marah, jangan-jangan karena salah satu anggota KPI duduk di tim hore-nya salah satu kubu kandidat saat debat Capres. Kalau sekarang KPI tegur kita harus curiga, karena media massa sedang menjalankan perannya memberi informasi ke publik," tambah Ade. (WDY)