Jakarta (Antara Bali) - Badan Anggaran DPR RI dan pemerintah telah menyepakati asumsi makro RAPBN-Perubahan 2014 serta memutuskan untuk membahas postur pendapatan dan belanja negara dalam rapat panitia kerja (Panja).
"Sudah ada bahan atau acuan untuk membahas kebijakan dalam Panja, karena sudah ada asumsi makro yang disepakati," kata Ketua Badan Anggaran DPR RI Ahmadi Noor Supit saat memimpin rapat kerja dengan pemerintah dan Bank Indonesia di Jakarta, Rabu malam.
Ikut hadir dalam rapat kerja tersebut Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo serta jajaran terkait.
Asumsi makro yang disepakati antara lain pertumbuhan ekonomi 5,5 persen, inflasi 5,3 persen, nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar AS, tingkat bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, harga minyak mentah Indonesia 105 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 818 ribu barel per hari dan lifting gas 1.224 ribu barel setara minyak per hari.
Dalam rapat itu, Menteri Keuangan Chatib Basri memaparkan sejumlah opsi yang akan dilakukan pemerintah untuk menghemat belanja, sehingga defisit anggaran pada 2014 dapat dipertahankan pada kisaran 2,5 persen terhadap PDB.
Opsi tersebut antara lain pengendalian kuota BBM bersubsidi dua juta kiloliter yang dapat menghemat sebesar Rp5,95 triliun dan menaikkan tarif tenaga listrik untuk mengurangi beban subsidi listrik sebesar Rp8,51 triliun.
Selain itu, pemerintah mendapatkan dana tambahan dari proyek gas fujian serta penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas sebesar Rp2,7 triliun, dan penghematan dari anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena pemilu berlangsung satu putaran Rp3,2 triliun.
Pemerintah juga memperoleh dana dari program belanja lainnya terkait pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp4,1 triliun, serta tambahan dari "carry over" Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bisa mencapai Rp22,5 triliun.
"Jika awalnya pemerintah bicara penghematan Rp100 triliun, maka dengan langkah yang akan dilakukan, penghematan tidak perlu Rp100 triliun. Perkembangannya nanti bisa dibahas dalam rapat Panja," kata Menkeu.
Sesuai exercise yang dilakukan pemerintah, maka pemangkasan belanja di 86 Kementerian Lembaga tidak akan mencapai Rp100 triliun, namun hanya sekitar Rp69,9 triliun atau turun Rp30,1 triliun dari perkiraan sebelumnya.
Sementara, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyambut baik asumsi makro RAPBN-Perubahan yang telah disepakati terutama nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar AS, karena masih sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia yaitu Rp11.600-Rp11.800 per dolar AS.
"Ini adalah range yang realistis, tapi kita perlu beri catatan karena ini sangat tergantung dari upaya pemerintah untuk memperbaiki kinerja transaksi berjalan. Kalau itu bisa dijaga, ekspornya baik dan impor dikendalikan, kita bisa mencapai itu," katanya.
Agus mengatakan memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan dapat dilakukan dengan mendorong ekspor yang sempat lesu karena turunnya harga komoditas, dan menahan laju impor terutama migas yang masih meningkat pada awal 2014.
Postur baru RAPBN-Perubahan yang akan dibahas dalam rapat Panja antara lain pendapatan negara menjadi Rp1.613 triliun, antara lain disumbangkan oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp1.238,7 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp372 triliun.
Dalam draf RAPBN-Perubahan 2014 sebelum dilakukan exercise, pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.597,7 triliun, yang berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.232,1 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp372 triliun.
Belanja negara dalam postur baru mencapai Rp1.864,4 triliun, yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.269,9 triliun dan alokasi transfer ke daerah sebesar Rp594,4 triliun. Belanja negara dari draf sebelumnya Rp1.849,4 triliun, yang terdiri belanja pemerintah pusat Rp1.265,8 triliun dan transfer ke daerah Rp583,7 triliun.
Dengan demikian, defisit anggaran dalam postur baru hasil exercise untuk dibahas dalam rapat Panja mencapai Rp251,3 triliun atau lebih rendah Rp400 miliar dari draf awal yaitu Rp251,7 triliun (2,5 persen terhadap PDB). (WDY)