Jakarta (Antara Bali) - Wakil Presiden Boediono dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati akan bersaksi dalam sidang perkara pemberian fasilitas
pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century pada 9 Mei 2014.
"Pak Boediono bisa hadir tanggal 9 Mei. Mestinya kita panggil Sri
Mulyani dan Boediono tanggal 2 Mei dan tanggal 5 Mei, tapi keduanya
nampaknya bisa hadir pada 9 Mei," kata ketua jaksa penuntut umum KPK KMS
Roni dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Hal itu terungkap dalam sidang untuk terdakwa mantan deputi Gubenur
Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor
Perwakilan (KPW), Budi Mulya.
Dalam dakwaan atas Budi Mulya, nama Boediono disebut berkali-kali
karena menjadi Gubernur Bank Indonesia yang memimpin berbagai rapat
Dewan Gubernur BI yang memutuskan pemberian FPJP senilai Rp689 miliar
yang dilanjutkan dengan Penyetoran modal sementara (PMS) untuk Bank
Century senilai Rp6,7 triliun.
Sementara Sri Mulyani pada 2008 adalah Menteri Keuangan yang juga
menjabat sebagai Ketua Komite Stabilias Sistem Keuangan (KSSK) yang
memutuskan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik. Saat
ini Sri Mulyani menjadi Managing Director Bank Dunia yang berkedudukan
di Washington DC, Amerika Serikat.
"Jadi tanggal 5 dan 8 Mei kita harusnya sudah masuk saksi ahli," kata Roni.
Ketua majelis hakim Afiantara pun menyetujui jadwal pemeriksaan saksi tersebut.
"Tanggal 2 Mei Sri Mulyani tidak bisa, tidak apa-apa dikosongkan,
sedangkan tanggal 9 Mei untuk Pak Boediono melihat pekerjaan beliau,
untuk efektivitas waktu bagaimana kalau sebelumnya saksi ahli dulu,
keberatan tidak?," kata Afiantara.
"Kami tidak keberatan," jawab pengacara Budi Mulya, Luhut Pangaribuan.
Pada perkara pemberian FPJP, Budi Mulya didakwa bersama-sama dengan
Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi
Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang
6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, S Budi Rochadi (sudah meningal
dunia) selaku Deputi Gubernur bidang 7 Sistem Pembayaran dan Pengedaran
Uang, BPR dan Perkreditan, Robert Tantular dan direktur utama Bank
Century Hermanus Hasan Muslim dinilai merugikan keuangan negara sebesar
Rp689,39 miliar.
Selanjutnya, Budi Mulya bersama sejumlah petinggi BI lainnya
dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp6,76 triliun karena
menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Kerugian negara disebut memperkaya Budi Mulya sebesar Rp1 miliar,
pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer
Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp3,115 triliun, Robert Tantular
sebesar Rp2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp1,581 triliun.
Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2
ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal
3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat
merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti
melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda
paling banyak Rp1 miliar.(WDY)
Wapres Boediono dan Sri Mulyani Akan Jadi Saksi
Jumat, 25 April 2014 5:09 WIB