Denpasar (Antara Bali) - Polda Bali tengah melakukan upaya untuk bisa memperoleh salinan atau kopi-an secara utuh atas film kontroversial "Cowboys in Paradise" untuk kepentingan penyelidikan.
"Kami tengah mengupayakan untuk bisa mendapatkan kopi-annya secara utuh, sebab selama ini hanya mengetahui cuplikannya saja. Itupun kami peroleh lewat internet," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gde Sugianyar di Denpasar, Sabtu.
Ia menyebutkan, bila setiap adegan yang terdapat dalam film yang mengisahkan kehidupan para gigolo di Pantai Kuta tu berhasil disaksikan semuanya, tentu akan lebih memudahkan petugas dalam upaya penyelidikan.
Sejauh ini, lanjut dia, sejumlah orang yang tampak berperan dalam cuplikan film tersebut, hampir semuanya telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
"Sekarang kalau filmnya bisa disaksikan secara utuh, tentu akan lebih banyak lagi yang dapat kami gali dari 'Cowboys in Paradise'," ucapnya.
"Cowboys in Paradise" adalah film dokumenter yang mengisahkan praktik para gigolo atau lelaki tuna susila (LTS) yang siap melayani para wanita "hidung belang" yang tengah berwisata di kawasan Pantai Kuta, Kabupaten Badung.
Film yang memanfaatkan lokasi pengambilan gambar di pantai berpasir putih itu, merupakan garapan Amit Virmani, sutradara keturunan India yang kini menetap di Singapura.
"Cowboys in Paradise" menjadi heboh di Bali setelah film yang meraih sejumlah penghargaan dalam Korean International Documentary Festival itu, menyusul dapat disaksikan lewat jaringan internet.
Bendesa Adat Kuta Gusti Ketut Sudira tidak menampik kalau di wilayahnya memang ada praktik para gigolo yang selama ini melayani turis wanita dari sejumlah negara.
"Praktik itu memang ada, bahkan sudah tampak sejak kurang lebih 20 tahun silam, yakni sejak Kuta mulai berkembang menjadi sebuah destinasi wisata favorit dunia," ucapnya.
Namun demikian, Sudira membantah kalau para LTS itu adalah pria yang berasal dari Pulau Dewata, terlebih dari daerah Kuta sendiri.
"Tidak, tidak ada warga pria kami yang berpraktik mesum seperti itu," kata Sudira dengan menambahkan, sejauh ini yang berprofesi sebagi pria "penghibur" adalah orang yang berasal dari luar Bali.
Kabid Humas menambahkan, dari sejumlah "aktor" yang telah diperiksa, umumnya mengaku tertipu sehubungan hasil gambar yang direkam di Pantai Kuta tidak disebutkan untuk produksi sebuah film dokumenter.
"Tidak ada yang tahu kalau sutradara Amit Virmani mengambil gambar di Kuta untuk kepentingan sebuah film dokementer, sebab Amit yang juga produser film itu hanya mengatakan untuk dokumen pribadi," katanya.(*)
