Denpasar (Antara Bali) - Gamelan, instrumen musik tradisional Bali hampir tidak pernah sepi ditabuh untuk mengiringi gerak dan olah tubuh berbagai jenis tarian di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Sejumlah remaja pria dan wanita, termasuk mahasiswa mancanegara dengan tekun belajar tabuh dan tari Bali di bawah bimbingan dosen untuk mencetak seniman andal yang berwawasan luas, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Sebuah bangunan kampus seperti wantilan, yang dimiliki setiap banjar (dusun) di Pulau Dewata, adalah bagian dari fasilitas kampus lembaga pendidikan tinggi seni yang tidak pernah sepi dari proses belajar mengajar dalam bidang tabuh dan tari Bali.
Bangunan yang berlokasi di bagian timur laut kompleks kampus luasnya sekitar empat hektare itu, ibarat "Kawah Chandra Dimuka", tempat menggembleng calon sarjana seni tabuh, tari Bali maupun seni lukis, tutur Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar M.Hum (47).
Hanya keseriusan dan kesungguhan terpancar dari wajah-wajah mahasiswa, hasilnya mampu menciptakan minimal sebuah karya cipta bidang seni tari maupun tabuh yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan tim dosen penguji dalam meraih gelar sarjana seni (S-1) maupun S-2.
Menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam mengakhiri studinya untuk menciptakan sebuah apresiasi seni tari dan tabuh sesuai bidang studi yang digelutinya.
Kondisi demikian mengantarkan satu-satunya lembaga pendidikan tinggi seni di Pulau Dewata mempunyai peluang untuk menjadi perguruan tinggi yang berkualifikasi bertaraf internasional.
Pria kelahiran Pujungan, Tabanan 1 Desember 1966 itu bertekad untuk mengantarkan ISI Denpasar menuju pusat unggulan seni dan budaya. Hal itu mengisyaratkan sebuah komitmen yang tertuang dalam visi institut, yakni tahun 2020 lembaga pendidikan tinggi seni itu menjadi pusat unggulan seni dan budaya.
Pada peringatan Dies Natalis X dan Wisuda Sarjana Seni XI pada 28 Juli lalu suami dari Ni Nengah Mustiari mengharapkan dengan prestasi yang diraih selama ini mampu mencetak sarjana seni yang handal, penelitian berkualitas serta menghasilkan karya seni kreatif dan adaptif.
Demikian pula pengabdian kepada masyarakat mampu memberikan manfaat sekaligus satu-satu lembaga pendidikan tinggi seni di Pulau Dewata itu menjadi pusat layanan data dan informasi seni budaya.
Dalam pembangunan seni dan budaya kiprah ISI Denpasar dapat berfungsi menjaga keseimbangan hidup dan memperkokoh jati diri anak bangsa, sehingga berkembang menjadi manusia yang berkualitas, mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kiprah lembaga yang dipimpinnya dalam menempa generasi muda melalui sinergi logika, etika, dan estetika yang tercermin dalam motto "Sewaka Guna Widya, Satyam, Siwam, Sundaram", yakni kewajiban mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Berbagai kebijakan, langkah, dan program dilakukan sejak berdirinya ISI, sebagai peningkatan status dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) tahun 2003. Upaya tersebut mendapat dukungan dari semua pihak yang secara gigih berperanserta agar ISI Denpasar sebagai "lata mahosadi" atau obat mujarab untuk menuntun lahirnya generasi emas yang berkarakter Indonesia.
Perlu Penyempurnaan
Arya Sugiartha, alumnus S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana menjelaskan, perjalanan ISI Denpasar sesuai Renstra 2010-2014, kini sedang berada pada tahun keempat dan berbagai kemajuan telah dicapai namun masih banyak yang perlu disempurnakan.
Hasil evaluasi diri dengan mencermati kondisi riil ISI Denpasar selama sepuluh tahun terakhir (2003-2013) menunjukkan kemajuan yang signifikan. ISI Denpasar memiliki kekuatan dan keunggulan antara lain keberagaman 12 bidang ilmu yang dikelola meliputi seni tari, seni karawitan, seni pedalangan, seni rupa murni, seni kriya, desain interior, disain komunifikasi visual, fotografi, sendratasik, fashion, seni musik serta televisi dan film.
Program bidang studi itu satu sama lain saling mendukung untuk memperluas cakrawala keilmuan seni serta didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dalam menyukseskan proses belajar mengajar.
Ayah seorang putra dan seorang putri masing-masing I Putu Arya Janottama, SSn.
dan Ni Made Mirah Andriyani menilai, lembaga yang dipimpinnya memiliki kemampuan sumber daya manusia dan perangkat regulasi yang memadai untuk berperan secara aktif dalam dunia internasional.
Hal itu terbukti dengan banyaknya permintaan kerja sama dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri, baik dari perguruan tinggi, kalangan pemerintah, yayasan dan kelompok masyarakat.
Jalinan kerja sama yang telah terealisasi selama ini dengan 35 perguruan tinggi seni dan berbagai pihak di mancanegara serta masih terus berupaya meningkatkan dan memperluas jaringan lintas negara, salah satu diantaranya yang sedang dalam pembahasan dengan Songkhla Rajabhat University Thailand.
Dari kerja sama itu sifatnya saling mengisi, khususnya program pertukaran dosen dan mahasiswa sehingga mampu memberikan manfaat yang sangat positif dalam proses belajar mengajar.
Kerja sama tersebut selain dengan perguruan tinggi juga dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri dan lembaga internasional lainnya, disamping merintis pola penciptaan seni dan pendisainan yang mengacu pada teknologi.
ISI Denpasar secara SDM telah didukung oleh 90 persen dosen berpendidikan S2 dan S3 dengan harapan mampu menjadikan ISI Denpasar sebagai organisasi pembelajaran yang efisien, efektif, berkualitas sehingga mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional.
Hal itu dilakukan dengan mengintegrasikan unsur-unsur logika, etika, dan estetika dengan logika peserta didik diasah daya nalar dan intelektualnya untuk mampu berfikir, berkata, dan berbuat secara kreatif dan konstruktif.
Dengan etika peserta didik diperkaya dengan budi pekerti dan kesadaran diri sebagai insan yang berada di tengah-tengah masyarakat luas. Dengan estetika jiwanya diperkaya sehingga mampu memberikan rasa nyaman, tentram dan pencerahan kepada umat manusia.
Berbagai kebijakan, langkah, dan program telah dilakukan sejak 46 tahun silam, ketika lembaga seni ini bernama Akademi Seni Indonesia (ASTI) Denpasar tahun 1967, kemudian berkembang menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pada tahun 1988, dan akhirnya menjadi ISI sejak tahun 2003 hingga sekarang, ujar I Gede Arya.(*/ADT)
ISI Denpasar Menuju Pusat Unggulan Seni Budaya
Kamis, 8 Agustus 2013 8:03 WIB