Denpasar (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat Provinsi Bali mengalami deflasi 0,47 persen pada Mei 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Hal itu permintaan normal dan suplai tinggi.
Kepala BPS Bali Agus Gede Hendrayana Hermawan di Denpasar, Senin, menilai hal itu dipengaruhi oleh harga yang normal atau terkesan turun dibanding April karena dipenuhi hari raya.
Selain itu pada Mei juga Bali mengalami panen raya sehingga suplai pada komoditas hasil pertanian seperti cabai rawit dan bawang merah tinggi.
“April lalu ada dorongan peningkatan permintaan, sementara Mei permintaan itu kembali normal, selain permintaan normal suplai beberapa komoditas juga terlihat bertambah,” katanya.
Jika diingat, pada saat bulan April 2025, berlangsung Hari Raya Idul Fitri dari rentang waktu 1 sampai 7 April, kemudian Hari Raya Paskah dari 18 sampai 20 April, sehingga umumnya terjadi peningkatan permintaan.
Baca juga: BPS: Indeks ketimpangan gender Bali terendah ketiga nasional
Saat dibedah, BPS Bali melihat sebenarnya hanya tiga kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, namun kedalamannya mampu mempengaruhi secara total harga-harga sehingga menjadi deflasi 0,47 persen.
Kelompok pengeluaran yang mempengaruhi itu adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi yang paling dalam sebesar 1,92% dan memberi andil terhadap terjadinya deflasi sebesar 0,63 persen.
Kemudian deflasi juga terjadi pada kelompok pakaian dan alas kaki dengan deflasi 0,04 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan deflasi sebesar 0,05 persen.
Lebih jauh, sesuai dengan suplai tinggi sepanjang Mei, cabai rawit dan bawang merah masuk daftar lima besar komoditas pemberi andil deflasi.
“Kalau kita lihat dari komoditas, di bulan Mei 2025 ini yang mendorong terjadinya deflasi utamanya di kelompok makanan, minuman, dan tembakau yaitu komoditas cabai rawit, bawang merah, cabai merah, bawang putih, dan tongkol yang diawetkan,” ujar Agus Gede.
Baca juga: BPS temukan 43 ribu warga Bali masih pengangguran
Masing-masing menyumbang deflasi 0,37 persen cabai rawit, kemudian 0,19 persen untuk bawang merah, 0,09 persen cabai merah, 0,05 persen bawang putih, dan 0,03 persen tongkol diawetkan.
Meski Bali sedang mengalami deflasi, BPS Bali melihat masih terdapat sejumlah komoditas yang mengalami inflasi seperti daging ayam ras yang mencatatkan inflasi 0,10 persen, sewa rumah 0,04 persen, tomat 0,03 persen, kontrak rumah 0,03 persen, dan angkutan udara 0,03 persen.
Jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota IHK maka ditemukan kondisi serupa yaitu deflasi Mei dibanding April, sementara untuk tahunan masih mencatat inflasi.
“Ada empat wilayah yaitu Kabupaten Buleleng, Tabanan, Badung, dan Kota Denpasar, kalau lihat polanya itu sama dengan yang terjadi di lingkup provinsi, dimana secara bulan ke bulan terjadi deflasi,” ujarnya.
Adapun deflasi terdalam tercatat di Kabupaten Badung sebesar 0,95 persen, dan deflasi terendah terjadi di Kota Denpasar dengan 0,16 persen.