Kupang (Antara Bali) - Ketua Komisi Sosial Budaya Dewan Riset Daerah Nusa Tenggara Timur Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD mengatakan kekayaan alam yang terkandung di Laut Timor, tidak dikelola secara benar dan terpadu oleh pemerintah.
"Hal yang muncul dari pengelolaan yang tidak serius tersebut adalah pencemaran minyak jenis 'Light Crude Oil' yang bersumber dari Ladang Montara akibat meledaknya sumur minyak tersebut pada 21 Agustus 2009 di Blok Atlas Barat Laut Timor," katanya di Kupang, Rabu.
Neonbasu yang juga antropolog budaya dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu mengatakan dirinya pernah bertemu dan berkonsultasi dengan Robert B Spies, pakar minyak dari Amerika Serikat soal kasus pencemaran minyak di Laut Timor tersebut.
Robert Spies yang mendalami kasus pencemaran di Teluk Alaska itu, kata dia, melukiskan bahwa pencemaran minyak di Laut Timor itu justru lebih dahsyat jika dibandingkan dengan Teluk Alaska yang terjadi pada 1989.
Rohaniawan Katolik itu mengatakan dalam bukunya "Long-Term Ecological Change in the Northern Gulf of Alaska (2007)" setebal 589 halaman, Robert Spies mengungkap secara rinci mengenai usaha pemerintahan setempat untuk membantu menangani malapetaka yang melanda warga Alaska.
Tetapi, dalam kasus pencemaran minyak di Laut Timor, tambahnya, pemerintah Indonesia terkesan malah berdiam diri untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pihak berwenang PTTEP Australasia asal Thailand yang mengoperasikan ladang minyak Montara. (LHS)
Pengelolaan Laut Timor Belum Optimal
Rabu, 17 April 2013 16:26 WIB