Denpasar (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Bali Nyoman Parta meminta pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali melepas pelampung pembatas laut yang selama ini menyulitkan akses nelayan Pulau Serangan.
Nyoman Parta di Denpasar, Kamis, mengingatkan PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola, bahwa sesuai Pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah daerah memiliki kewenangan atas laut.
“Laut sepanjang 12 mil dikelola pemerintah provinsi jadi mohon maaf sekali bapak tidak bisa kelola laut, apalagi melarang orang datang ke laut dengan alasan apapun, baik keamanan, narkotika, pembangunan, sampai harus memasang pelampung yang menyusahkan,” kata Nyoman Parta.
“Orang masuk tidak bisa, ini (KEK Kura-kura Bali) adalah pulau, pulau itu di sisinya ada pantai laut, laut itu menyatu dengan nelayan, itu wilayah publik dan minta izinnya bukan ke perusahan bapak,” sambung anggota Komisi X DPR RI itu.
Diketahui sejak KEK tersebut mulai dibangun, masyarakat Pulau Serangan, Denpasar Selatan, yang mayoritasnya sebagai nelayan dihalangi aksesnya menuju laut dengan jaring pelampung.
Baca juga: Pengelola KEK Kura-kura Bali tolak tuduhan ubah nama Pantai Serangan
Kondisi ini baru mencuat setelah beredar video nelayan yang memperlihatkan pelampung membatasi akses menuju lokasi mencari ikan sehingga mereka harus melewati jalur yang lebih jauh untuk melaut.

Nyoman Parta menegaskan bahwa meskipun lahan di sebagian besar Pulau Serangan ini sedang dibangun mega proyek, namun pembangunan itu tidak lantas menjadikan laut sebagai area privat dan membatasi warga lokal.
Ia mencontohkan kawasan Nusa Dua yang kini diminati wisatawan internasional dan selalu menjadi lokasi pertemuan pejabat kenegaraan, di mana area pantai mereka tak pernah dibatasi.
Lebih jauh, nelayan disana tidak pernah diminta menggunakan rompi atau tanda khusus untuk membatasi siapa saja nelayan yang mendapat izin melaut, sementara di area pantai KEK Kura-kura Bali nelayan yang masuk wajib menggunakan rompi oranye bak tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Sampai kapan pun semoga kami sama sikapnya, prinsipnya laut adalah wilayah publik, semoga ketemu cara berpikir seperti itu, dan bapak tidak memiliki sertifikat di atas kawasan laut, semoga tidak seperti di Tangerang laut pun diberi sertifikat, di Tangerang dibatasi pagar, di Bali pelampung,” ujar Nyoman Parta.
Baca juga: DPR surati KEK Kura-kura Bali tanyakan nama Pantai Serangan diganti
Lebih jauh, berdasarkan penelusuran, Nyoman mengaku mendapati bahwa PT BTID dan masyarakat telah membuat kesepakatan di mana perusahaan yang mewadahi investor-investor, akan membuat jembatan untuk memudahkan akses nelayan. Namun hingga 27 tahun berlalu, janji tersebut tak kunjung terealisasi, sehingga Nyoman Parta merasa tak salah jika masyarakat mencurigai pengelola.