Oleh I Komang Suparta
Denpasar (Antara Bali) - Sejumlah air sungai di Bali saat ini sudah tidak layak untuk di konsumsi secara langsung oleh masyarakat disebabkan airnya keruh dan tercemar dengan limbah yang mengalir dari hulu.
Keruhnya air sungai di beberapa sungai di Bali mulai dirasakan masyarakat sekitar 20 tahun lalu, hal itu seiring pesatnya pembangunan di semua sektor di Pulau Dewata.
Selain itu kesadaran warga untuk membuang sampah dan kotoran lainnya secara sembarangan juga menjadi salah satu penyebab tercemarnya air sungai, sehingga sampah plastik dan lainnya yang dibuang sembarangan masyarakat setempat akan dibawa harus sungai ketika musim hujan atau lewat parit-parit kecil menuju sungai.
Akibatnya dampak tersebut akan dirasakan hingga ke hilir sungai, bahkan kotoran akibat sampah tersebut menyebabkan juga rusaknya biota laut.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, aktivis lingkungan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melestarikan lingkungan dan keberadaan air sungai tetap jernih, seperti lima puluh tahun lalu. Untuk mewujudkan itu memerlukan kerja keras.
Langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk melestarikan lingkungan, antara lain dengan program reboisasi hutan dan penanaman pohon pada lahan-lahan kering di daerah pegunungan.
Langkah yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Bali melalui program "clean and green" (bersih dan hijau). Program tersebut sudah berjalan sekitar lima tahun lalu, dimana pemerintah setiap saat melakukan ribuan tanaman penghijauan pada lahan kering dan reboisasi di hutan-hutan di Pulau Dewata.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali melalui penyebaran program lewat kabupaten dan kota itu diharapkan kerusakan hutan dan lingkungan bisa dikendalikan, sehingga ketersedian sumber air untuk Bali dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan keperluan penunjang sektor pariwisata.
Kepala Biro Humas Pemprov Bali I Ketut Teneng mengakui timbunan sampah dan abrasi pantai menjadi salah satu kendala mewujudkan Bali menjadi Pulau bersih dan hijau yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia mengatakan, berbagai upaya dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan berbagai komponen untuk mewujudkan Bali bersih dan hijau yang menjadi dambaan bagi masyarakat.
Dikatakan Bali yang memiliki luas 5.632,86 km2, berpenduduk 3,9 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan 1,73 persen berupaya mengatasi permasalahan yang timbul, terutama menyangkut bidang lingkungan hidup.
Keberadaan sampah di Bali rata-rata 10.192 meter kubik per hari, 6.500 meter kubik di antaranya sampah perkotaan dan 3.692 meter kubik sampah pedesaan.
Sampah perkotaan tersebut belum berhasil ditangani secara tuntas, terutama di luar tempat penampungan akhir (TPA) di Bali.
Ketut Teneng menjelaskan abrasi pantai pada tahun 2011 tercatat hampir 102,47 km meningkat 0,5 km (0,49 persen) dibanding tahun sebelumnya.
Meskipun masalah sampah dan abrasi belum berhasil ditangani secara tuntas, kata dia, namun indek kualitas lingkungan hidup di Bali kini mencapai 99,65 persen.
"Ini suatu prestasi yang sangat menggembirakan, karena menjadi terbaik dibandingkan daerah lainnya di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan rata-rata capaian standar pelayanan minimal bidang lingkungan di Pulau Bali selama 2011 sebesar 92 persen, sehingga melampaui rata-rata sasaran nasional sebesar 66 persen.
Program Bali bersih
Pemprov Bali tetap berperan aktif menyusun program Bali bersih dan hijau dan telah ditetapkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bali tahun 2008-2013 dengan tujuan agar Bali yang menyandang predikat daerah tujuan wisata dunia menjadi bersih, sehat, nyaman, lestari dan indah.
Menurut Kepala Badan Lingkungan Bali Nyoman Sujaya, bahwa program Bali bersih dan hijau bukanlah program tersendiri, melainkan program satu kesatuan bertujuan menjadikan Bali pulau organik atau pulau hijau pertama di Indonesia.
Program ini dideklarasikan Gubernur Made Mangku Pastika dalam Pertemuan Lingkungan Hidup Sedunia di Nusa Dua Bali, 20 Februari 2010 dan telah disosialisasikan ke seluruh kabupaten dan kota se-Bali pada 2011.
Ia mengatakan dari sosialisasi tersebut diperoleh pernyataan bahwa pemkab dan pemkot se Bali, LSM dan para pemuka adat, budaya dan tokoh agama mendukung program "Bali Green Province" dengan Bali bersih dan hijau.
Menurut dia, program tersebu disusun berdasarkan kondisi nyata Bali yang telah merasakan dampak pemanasan global dan perubahan iklim, seperti terjadinya pergeseran musim, abrasi pantai yang cukup mengkhawatirkan, berkembangnya berbagai jenis penyakit tropis, menurunnya debit air permukaan, meningkatnya suhu udara dan lain-lainnya.
Sasaran yang akan dicapai untuk program Bali bersih dan hijau adalah mendorong peran aktif masyarakat untuk mengembangkan budaya bersih (green culture) melalui perubahan perilaku masyarakat, anak-anak sekolah, perguruan tinggi dan pengelola kawasan suci atau obyek wisata untuk melakukan pengelolaan sampah.
"Sistem dalam pengelolaan sampah meliputi 3-R (reduce, reuse, dan recycle) antara lain melakukan pemilahan dan komposting, menggali kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan hidup, pemberian insentif bagi masyarakat peduli lingkungan dan pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup,` katanya.(*/ADT)
Pesatnya Pembangunan Berdampak Pada Air Sungai
Sabtu, 6 April 2013 10:13 WIB