Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Badung Bali mengajak Forum Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan (TJLSP) Kabupaten Badung berkolaborasi menangani permasalahan sampah dalam penguatan konsep ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Pejabat Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya DLHK Kabupaten Bandung I Nengah Sukarta dalam forum diskusi bertajuk 'Pengembangan Ekonomi Sirkular Untuk Mendorong Ekonomi Berkelanjutan' di Kerobokan Kabupaten Badung Jumat mengatakan, target pengembangan ekonomi sirkular akan tercapai memerlukan kerja kolaboratif antar pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.
"Sesuai Surat Keputusan Bupati Badung Nomor: 28 tahun 2021, kami konsen pada tanggung jawab rumah tangga, tanggung jawab desa/kelurahan, tanggung jawab pelaku usaha, wisata untuk mengelola sampahnya sendiri," katanya.
Ekonomi sirkular merupakan pendekatan sistem ekonomi melingkar dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai bahan mentah, komponen, serta produk, sehingga mampu mereduksi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Dalam forum diskusi yang dihadiri oleh pejabat lingkup Pemkab Badung, para praktisi pariwisata, akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum itu, Sukarta menjelaskan data kabupaten Badung menunjukkan volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Badung mencapai 538 ton per hari.
Dari jumlah 538 ton per hari itu, katanya, sampah yang masih dibuang ke TPA kurang lebih sebanyak 200 ton.
Baca juga: Wali Kota Denpasar luncurkan Teba Modern untuk atasi sampah
Baca juga: Wali Kota Denpasar luncurkan Teba Modern untuk atasi sampah
"Jadi, PR kami yang paling besar sekarang adalah bagaimana kami menyelesaikan 200 ton itu, tidak dibuang ke TPA," katanya.
Komitmen mengatasi sampah hingga membuat sampah jadi bernilai itu perlu didukung oleh masyarakat, mengingat hanya 39 dari 62 desa/kelurahan di Badung yang baru memiliki Tempat Pembuangan Sampah Reduce, Reuse Recycle (TPS3R).
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Pariwisata Trisno Nugroho mengatakan, kunjungan wisatawan yang terus meningkat di Bali khususnya Badung, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang berfokus pada pariwisata regeneratif. Dalam siklus pariwisata regeneratif, sampah menjadi salah satu isu penting.
"Siklus pengolahan sampah dalam konsep pariwisata regeneratif, incenerator -mesin penghancur sampah- adalah pilihan akhir. Yang penting itu bagaimana mengolah dari sumber hingga terbentuk konsep pentahelix ," kata mantan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali itu.
Salah satu penerapan konsep pariwisata regeneratif itu tampak dalam skema pemberian insentif oleh pemerintah, industri swasta, komunitas, hingga media untuk mendorong perubahan perilaku menuju partisipasi aktif masyarakat terhadap 3R (reduce, reuse, recycle).
Baca juga: Pemprov Bali minta masyarakat upayakan pengurangan dan pengolahan sampah mandiri
Baca juga: Pemprov Bali minta masyarakat upayakan pengurangan dan pengolahan sampah mandiri
Salah satu anggota anggota forum Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan (TJSLP) Kabupaten Badung yakni Armytanti Hanum Kasmito, Regional Public Affairs Manager CCEP Indonesia mengatakan, pihaknya sendiri dari awal sudah berusaha mengimplementasikan kepada masyarakat pentingnya pengelolaan sampah, dari pemilahan sampah hingga pemanfaatan sampah agar bisa bernilai ekonomis.
Menurut Army, sampah anorganik bisa dikelola dari desa masing-masing untuk dijadikan produk UMKM, furniture, dan lainnya. Sementara, sampah organik salah satunya dapat dijadikan pupuk kompos untuk mengurangi ongkos pemeliharaan tanaman.
Menurutnya, Coca-Cola Indonesia telah menerapkan kebijakan dan program lingkungan yang berkelanjutan dalam mendukung praktik ekonomi sirkular, seperti penyelenggaraan program edukasi, pelatihan bagi masyarakat, dan pelaku usaha untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan, serta tanggung jawab dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan di daerah Seminyak dan Kuta.
Pada akhir diskusi, semua peserta anggota TJSLP Kabupaten Badung, serta seluruh anggota diskusi menandatangani kesepakatan bersama yang terdiri atas 11 butir kesepakatan, di antaranya yakni mengintegrasikan kegiatan riset dan inovasi yang berkelanjutan dengan fokus pada pengembangan model ekonomi sirkular yang ramah lingkungan, serta mendorong universitas dan institusi akademik untuk berperan dalam penelitian terkait pelestarian dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program lingkungan melalui kampanye kesadaran dan edukasi yang dilakukan oleh komunitas, tokoh masyarakat, serta organisasi yang peduli pentingnya ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan.
Ini termasuk kolaborasi dalam program pengelolaan limbah, daur ulang, serta pengembangan kapasitas komunitas dalam pengelolaan sumber daya alam secara bijak dan berkelanjutan.
Selain itu, forum tersebut mendukung penerapan praktik bisnis yang berkelanjutan, oleh sektor swasta dan dunia usaha seperti pengurangan limbah produksi, penggunaan bahan baku daur ulang, dan pengembangan produk yang mudah didaur ulang atau diperbaiki, serta penerapan teknologi ramah lingkungan yang mendukung prinsip ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan.