Kuta (Antara Bali) - Akulturasi budaya Tionghoa dan Hindu begitu kental mewarnai perayaan Tahun Baru Imlek 2564 di Vihara Dharmayana Kuta, Kabupaten Badung.
Perpaduan dua unsur budaya itu terlihat begitu jelas, mulai dari atribut berupa "penjor" atau hiasan bambu dengan janur khas Hari Raya Galungan di pintu depan vihara yang berpadu dengan hiasan lampu lampion berwarna merah hingga beberapa bentuk persembahan kepada para dewa.
"Perpaduan dua unsur budaya Tionghoa dan Hindu sudah menjadi tradisi di klenteng kami dan itu sama dengan bagian ritual umat Hindu," kara Ketua Vihara Dharmayana Kuta, Luih Berata, di Kuta, Minggu.
Menurut dia, selain 'penjor', beberapa atribut lain khas Hindu juga digunakan di dalam vihara yang terletak di Jalan Blambangan Kuta itu di antaranya payung khas Pulau Dewata, 'gebogan' atau rangkaian buah yang disusun tinggi, dan pengunaan 'canang' atau rangkaian bungai dan janur sebagai salah satu kelengkapan upacara.
Tak hanya itu, pemberian tirta suci kepada umat usai bersembahyang dan banyaknya sesajen yang dihaturkan kepada para dewa juga menampilkan perpaduan dua budaya berbeda.
Dia mengungkapkan bahwa pada saat penutupan perayaan Imlek atau dikenal dengan Cap Go Meh, umat Hindu di Banjar Suka Duka Darma Semadi, Lingkungan Temacun, Desa Kuta juga kerap menampilkan gamelan, termasuk partisipasi pasukan pengamanan adat atau "pecalang".
Sementara itu, perayaan Tahun Baru Imlek 2564 di Kongco Bio itu berlangsung khusuk yang dimulai sejak pukul 06.00 Wita.
Mereka bersembahyang sembari menyalakan dupa di ruang pemujaan Dharmasala yang menjadi ruang pemujaan utama kepada para dewa, ruang pemujaan Baktisala kepada Budha, dan pemujaan kepada Sanghyang Catur Muka. (DWA/T007)
Akulturasi Budaya Warnai Perayaan Imlek
Minggu, 10 Februari 2013 8:28 WIB
