Denpasar (ANTARA) - Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyebut total belanja daerah yang tidak dapat dibayarkan atau ditunda pembayarannya oleh pemprov setempat sampai akhir tahun 2023 mencapai Rp926,2 miliar, akibat tidak tercapainya sejumlah target pendapatan daerah.
"Total belanja daerah yang tidak dapat dibayarkan atau ditunda pembayarannya sampai akhir 2023 sehingga harus dialokasikan pada APBD tahun 2024 sebesar Rp926,2 miliar," kata Mahendra Jaya dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali di Denpasar, Senin.
Dia menyampaikan hal tersebut dalam Pidato Pengantar Pj Gubernur Bali tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Provinsi Bali tahun 2023.
"Alokasi belanja sejumlah itu (Rp926,2 miliar) menjadi beban tambahan yang harus ditanggung APBD Provinsi Bali tahun anggaran 2024," ucapnya.
Mahendra Jaya merinci anggaran Pendapatan Daerah tahun 2023 direncanakan sebesar Rp7,24 triliun lebih dan untuk realisasinya (unaudited) terealisasi sebesar 93,39 persen atau Rp6,76 triliun lebih, sedangkan Anggaran Belanja Daerah, direncanakan sebesar Rp7,93 triliun lebih dan terealisasi sebesar 83,29 persen atau Rp6,60 triliun.
Baca juga: Gubernur Bali: Raperda insentif investasi beri perlindungan budaya
Sementara itu, Pembiayaan Daerah yang direncanakan sebesar Rp683,93 miliar terealisasi sebesar 0,06 persen atau Rp4,51 miliar.
Berdasarkan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan, terdapat Silpa sebesar Rp166,98 miliar lebih. Namun Silpa tersebut masih bersifat unaudited dan di dalamnya masih mengandung Silpa Terikat sebesar Rp102,58 miliar yang diantaranya adalah sisa DAK Fisik dan Kas BLUD.
"Namun pada kenyataannya, APBD Provinsi Bali tahun 2023 mengalami tekanan yang sangat berat yang apabila tidak dikelola dengan cermat dan hati-hati akan menimbulkan dampak sangat serius pada pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan," ujarnya.
Mahendra Jaya mengatakan selain tidak tercapainya target Silpa sebesar Rp683,93 miliar juga tidak tercapainya target pendapatan secara signifikan.
Terdapat target sumber pendapatan daerah yang tidak terpenuhi yaitu pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berupa pendapatan dari pembentukan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) Pusat Kebudayaan Bali, yang ditargetkan sebesar Rp650 miliar.
Baca juga: Gubernur Bali buka posko siaga bengkel gratis di Pura Besakih
Selanjutnya tidak terealisasinya pendapatan dari hasil pemanfaatan barang milik daerah sebesar Rp560 miliar dari kerja sama pemanfaatan lahan milik Pemerintah Provinsi Bali di kawasan Nusa Dua dengan PT Narendra Interpacific Indonesia (PT NII).
"Sehingga total kekurangan pendanaan pada APBD Tahun 2023 sekitar Rp1,9 triliun," katanya lagi.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, ujar Mahendra Jaya, Pemerintah Provinsi Bali melakukan langkah-langkah serius agar proyeksi defisit tersebut dapat dirasionalisasikan dalam APBD tahun 2023
Diantaranya optimalisasi rasionalisasi belanja perangkat daerah melalui efisiensi kegiatan-kegiatan rutin yang mendesak yang masih berjalan sampai akhir tahun. Kemudian menghentikan atau meniadakan kegiatan-kegiatan yang dapat ditunda atau dibatalkan, yang belum berjalan.
Pemprov Bali juga menghentikan kegiatan-kegiatan yang belum berkontrak, baik kegiatan perangkat daerah maupun bantuan keuangan khusus kabupaten/kota.
Selanjutnya juga melakukan skema penundaan pembayaran bagi kegiatan-kegiatan sudah berkontrak yang bernilai besar, baik kegiatan di perangkat daerah maupun BKK Kabupaten/Kota, untuk dialokasikan anggarannya kembali pada APBD tahun 2024.
"Berikutnya dengan pembayaran beberapa kewajiban pemerintah provinsi kepada pihak lain yang bernilai signifikan, untuk dibayarkan pada tahun 2024, seperti dana bagi hasil pajak triwulan IV kepada kabupaten/kota dan hibah kepada desa adat tahap III," ujar Mahendra Jaya.
Pemprov Bali tunda pembayaran belanja Rp926,2 miliar pada 2023
Senin, 25 Maret 2024 16:11 WIB