Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, Bali memetakan potensi pemajuan kebudayaan di daerah itu sebagai upaya membuat rancangan besar terkait pengelolaan budaya di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut.
"Sebagai realisasi dari upaya tersebut, kami menggandeng akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Hindu melakukan pemetaan sepuluh objek pemajuan kebudayaan yang ada di Kabupaten Buleleng," kata Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara pada Diskusi Terpumpun Tahap II di Aula Dispar Buleleng, Jumat.
Menurut dia, proses pemetaan sebanyak 10 objek pemajuan kebudayaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Adapun pemetaan dan inventarisasi dilaksanakan sejak pertengahan Oktober 2024 dengan melibatkan tim dari STAHN Mpu Kuturan dan menyasar 149 desa/kelurahan yang ada di Buleleng.
Baca juga: Dispar Buleleng susun kajian akademik majukan kebudayaan
Baca juga: Dispar Buleleng susun kajian akademik majukan kebudayaan
Dodi menjelaskan, proses pemetaan meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, dan ritus yang mencerminkan warisan nilai, norma, serta spiritualitas masyarakat lokal.
Selain itu, terdapat pengetahuan dan teknologi tradisional yang mencakup ilmu lokal serta alat atau teknik yang mendukung kehidupan masyarakat, seperti arsitektur tradisional dan metode pengobatan alami.
Seni dalam berbagai bentuk, termasuk seni tari, seni rupa, seni suara, dan seni kriya, juga menjadi bagian penting dari pemajuan kebudayaan, mencerminkan kreativitas masyarakat yang terus berkembang.
Bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional melengkapi daftar objek pemajuan kebudayaan. Bahasa daerah menjadi alat komunikasi sekaligus identitas lokal, sedangkan permainan rakyat dan olahraga tradisional.
Setelah pemetaan dilaksanakan, tim dari STAHN Mpu Kuturan sudah melaksanakan Focus Group Discusion (FGD) yang pertama pada Rabu (20/11) lalu. Data yang diinventarisasi pun langsung juga sudah direview oleh instansi terkait yang hadir.
“Bali sebagai destinasi pariwisata berbasis kebudayaan memerlukan pemetaan dan kajian terarah agar pembangunan pariwisata di Buleleng dapat berjalan lebih terencana dan berkelanjutan,” ujar Dody Sukma.
Kajian tersebut menggarisbawahi potensi besar Buleleng sebagai pusat kebudayaan Bali, dengan fokus pada pelestarian seni tradisional, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat yang unik.
Baca juga: Dispar Buleleng majukan destinasi agrowisata kopi
Baca juga: Dispar Buleleng majukan destinasi agrowisata kopi
Salah satu poin utama adalah pemberdayaan masyarakat lokal dalam menjaga tradisi sekaligus menjadikannya sebagai peluang ekonomi, terutama melalui pariwisata budaya.
Menurut dia, Buleleng yang kaya akan sejarah sebagai bekas pusat kerajaan dan ibu kota Sunda Kecil, memiliki beragam warisan budaya, termasuk seni pertunjukan, manuskrip kuno, dan teknologi tradisional.
Sebagai bagian dari upaya pemajuan, Buleleng sebut Dodik secara aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti festival seni, pameran budaya, dan seminar kebudayaan.
Program-program ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan budaya lokal, tetapi juga untuk menarik minat wisatawan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kekayaan budaya mereka sendiri.
Selain itu, kajian ini menyoroti perlunya adaptasi budaya lokal terhadap perkembangan zaman. Strategi yang dirancang tidak hanya mengedepankan pelestarian, tetapi juga memanfaatkan inovasi agar budaya Buleleng tetap relevan dalam konteks global.
“Pemajuan kebudayaan di Buleleng tidak hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga memastikan budaya ini tetap hidup dan berkontribusi dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun pendidikan,” kata Dody Sukma.