Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan saat ini hampir seluruh pelayanan dasar menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Kalau tidak punya NIK, tidak dapat bansos (bantuan sosial), kalau tidak punya NIK tidak bisa perpanjangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), tidak bisa perpanjangan SIM (Surat Izin Mengemudi). Kalau teman-teman mau jalan ke luar negeri dan sebagainya, tidak bisa bikin paspor,” ujar Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani dalam acara Sosialisasi Stranas (Strategi Nasional) Percepatan Administrasi Kependudukan Untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKPSH) yang dipantau secara virtual, Jakarta, Senin.
Karena itu, ia meminta pemerintah daerah memberikan dukungan antara lain dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, kader komunitas, dan tokoh masyarakat dalam sosialisasi advokasi stranas tersebut, terutama advokasi mengenai urgensi adanya akta-akta sipil.
“Jadi tolong teman-teman di daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) dibantu ini, termasuk misalkan akta kelahiran, Kalau tidak punya akta kelahiran, tidak bisa sekolah anak kita. Nah, hal-hal seperti itu yang disuarakan oleh tokoh masyarakat, oleh kawan-kawan kader komunitas, supaya ini bisa tercapai NIK-nya,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Cholifihani meminta pula Dinas Sosial di tingkat daerah untuk melakukan pemetaan penduduk rentan administrasi kependudukan (adminduk) dan kelompok khusus sebagai bentuk implementasi dukungan terhadap Stranas AKPSH 3. Mereka yang masuk ke dalam kategori penduduk rentan adminduk dan kelompok khusus antara lain para difabel, lansia, dan penduduk yang tinggal di daerah 3T.
“Kita lihat mereka ada yang tinggal di hutan, mohon maaf saya ngomongin misalkan Suku Anak Dalam di Jambi. Pertanyaan kita, apakah mereka punya NIK ? Apakah mereka punya akta kelahiran ? Mereka harus punya akta kelahiran,” ucap dia.
Contoh lain yang diberikan ialah adanya penduduk di Papua yang masih tinggal di pohon. Cholifihani meminta para penanggung jawab di dalam Stranas AKPSH 3 bisa membujuk mereka supaya turun dari pohon, kemudian membuat rumah untuk mereka atau tetap membiarkan mereka di atas pohon, tetapi mempunyai akta dan NIK.
“(Hal ini bertujuan agar) mereka tercatat (di dalam adminduk), mereka seluruhnya juga punya hak. Jadi, kalau mereka ternyata kategorisasinya miskin berdasarkan data DTKS-nya (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), dan diperkuat dengan data Regsosek-nya (Registrasi Sosial Ekonomi), mereka bisa dapat bantuan sosial, dapat non tunai, dapat KIP (Kartu Indonesia Pintar), dapat PKH (Program Keluarga Harapan), macam-macam,” katanya.
Baca juga: Ombudsman: pendataan jadi kunci sukses integrasikan NIK ke NPWP
Baca juga: Kemenkeu dan Kemendagri satukan data implementasi NIK jadi NPWP