Denpasar (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut potensi ekonomi biru berupa budi daya rumput laut di Nusa Penida perlu menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi Bali dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Hal ini disampaikan Bappenas saat memaparkan hasil penelitiannya dalam acara audiensi percepatan pembangunan Pulau Nusa Penida bersama Jejaring Alumni dan Returnee Indonesia (JARI Foundation), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali, Bappeda Kabupaten Klungkung, serta sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di Klungkung pada 17-18 Februari 2025.
Koordinator Tim Peneliti dari Kementerian PPN/Bappenas, Aland Manurung, menegaskan bahwa kerja sama dengan mitra internasional menjadi salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan guna mempercepat pembangunan di kawasan ini.
“Mengingat tantangan fiskal yang saat ini dihadapi pemerintah, kami ingin merumuskan konsep pendanaan kreatif untuk pembangunan pulau terluar, termasuk melalui investasi dan hibah internasional,” ujar Aland seperti yang dikutip dari keterangan pers yang diterima ANTARA Bali di Denpasar, Selasa.
Aland mengatakan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung merupakan salah satu sentra utama produksi rumput laut di Bali. Sebagai salah satu komoditas unggulan, rumput laut memiliki potensi besar dalam penguatan ekonomi biru, terutama karena Indonesia merupakan produsen terbesar kedua di pasar global setelah Tiongkok.
"Namun, nasib petani rumput laut di kawasan ini semakin terancam akibat berbagai kendala yang belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah," jelas Aland.
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi petani, lanjut Aland adalah harga jual rumput laut yang anjlok. Saat pandemi COVID-19, harga rumput laut sempat mencapai Rp40.000–45.000 per kilogram. Namun, kini harga jualnya hanya berkisar Rp12.000 per kilogram.
Selain itu, keterbatasan teknologi pengolahan turut menjadi tantangan. Mayoritas petani di Nusa Penida masih menggunakan metode tradisional dalam mengolah hasil panen, padahal dukungan teknologi modern dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas rumput laut. Ancaman lain datang dari pencemaran limbah akomodasi wisata yang merusak ekosistem pertanian rumput laut di perairan sekitar.
Selain sektor rumput laut, audiensi ini juga membahas berbagai tantangan lain di Nusa Penida, seperti kebutuhan jalan lingkar, akses air bersih, ketersediaan angkutan umum, jumlah dokter spesialis, serta upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang lebih berkelanjutan.
Sementara itu, perwakilan GIZ Jerman di Indonesia, Triono Budiman Putra, menyatakan bahwa Pemerintah Jerman terbuka untuk mendukung proyek pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat lokal.
Ketua JARI Foundation, Agesa Permadi, menambahkan bahwa kerja sama internasional juga dapat dikembangkan dalam aspek inovasi teknologi untuk pengelolaan rumput laut.
"Dengan dukungan teknologi yang memadai, hasil panen dapat meningkat, sehingga kesejahteraan petani pun ikut terangkat," ungkap Agesa.
Dalam kesempatan yang sama, Heril, perwakilan Kementerian Sekretariat Negara, juga berpendapat bahwa salah satu bentuk kerja sama internasional yang dapat digali ke depan adalah diversifikasi olahan rumput laut menjadi produk biostimulan dan biofuel.
Harapannya, hasil audiensi ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menetapkan prioritas pembangunan serta membuka peluang kerja sama internasional guna mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Nusa Penida melalui optimalisasi potensi ekonomi biru di kawasan ini.