Denpasar (ANTARA) - Baca juga: Kemenkumham ajak masyarakat Bali daftarkan produk kekayaan intelektual
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali mengajak warga masyarakat mendaftarkan kekayaan intelektual komunal untuk perlindungan sekaligus memajukan perekonomian daerah.
“Kami siap melakukan pendampingan dan turun ke lapangan untuk memberikan edukasi,” kata Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Bali Alexander Palti di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, pendaftaran dapat dilakukan di Kantor Wilayah Kemenkumham Bali oleh siapa saja baik perorangan maupun badan hukum.
Berdasarkan penjelasan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kekayaan intelektual komunal (KIK) adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal terdiri dari ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan potensi indikasi geografis.
Ada pun sejumlah kekayaan intelektual sebagai warisan budaya Bali yang sudah terdaftar KIK seperti indikasi geografis di antaranya kain tenun endek, kain tenun cagcag, kain tenun gringsing, dan kain songket Bali.
Tak hanya memberikan manfaat ekonomi, pendaftaran kekayaan intelektual komunal juga sebagai potensi ekologi, kepariwisataan, sosial budaya dan identitas daerah dan bangsa.
Baca juga: Kemenkumham Bali sosialisasikan pentingnya pencatatan merek kolektif
Ia mengharapkan dengan terdaftarnya kekayaan intelektual komunal itu, masyarakat di antaranya penjual dan pembeli semakin sadar bahwa produk KIK seperti kain tenun sudah tercatat memiliki KIK dan ada aturan-aturan hukum di dalamnya yang harus ditaati.
“Mari pahami bersama sehingga warisan budaya yang adiluhung dapat dilestarikan,” ucapnya.
Kanwil Kemenkumham Bali menyakini masih banyak produk asli Bali yang di antaranya warisan budaya, belum didaftarkan KIK di antaranya memiliki potensi indikasi geografis dari Kabupaten Klungkung yakni kain tenun cepuk rangrang dari Pulau Nusa Penida.
Selain itu, juga ada lukisan kamasan yang banyak mengangkat cerita dan tokoh pewayangan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Ni Putu Putri Suastini Koster mengatakan perlu dilakukan pemahaman yang masif kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan KIK sebagai warisan leluhur.
Pemahaman itu, kata dia, menyangkut dampaknya kepada para perajin, dampaknya kepada eksistensi warisan leluhur maupun dari sisi hukumnya.
“Artinya, motifnya tak boleh sembarangan diambil dan tidak boleh sembarangan diproduksi di luar Bali,” katanya saat sosialisasi tentang Hak atas Kekayaan Intelektual, Selasa (9/5).
Berdasarkan data DJKI, selama 2019-2022 sudah terbit 207 surat pencatatan dan sertifikat kekayaan intelektual (KI) yang terdiri 28 surat pencatatan KIK, 132 surat pencatatan ciptaan, dua sertifikat paten, dan 45 sertifikat merek.