Tabanan (ANTARA) - Ketua Kelompok Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) 027 Gapoktan Timan Agung Desa Kelating, Kabupaten Tabanan, Bali, Anak Agung Nyoman Wijaya mengaku pihaknya dibanjiri pesanan pupuk organik hingga kewalahan untuk mendapatkan bahan baku kotoran sapi.
"Kami kewalahan mencari kohe (kotoran hewan) keliling Bali dan bahkan harus berebut dengan pihak lain untuk mendapatkannya," kata Agung Wijaya saat menerima kunjungan reses anggota DPD Made Mangku Pastika di Unit Simantri 027 Desa Kelating, Tabanan, Rabu.
Agung Wijaya bersama anggota kelompoknya telah mengembangkan unit Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) sejak 10 tahun lalu. Ia mendapatkan bantuan program Simantri dari Pemerintah Provinsi Bali.
Simantri merupakan salah satu program unggulan Pemprov Bali saat Mangku Pastika menjabat Gubernur Bali dari periode 2008-2018. Hingga akhir masa jabatannya, telah terbentuk 800 unit Simantri di berbagai daerah di Bali.
"Rata-rata per hari kami mampu memproduksi hingga 20 ton pupuk organik, bahkan sesuai pesanan bisa hingga mencapai 40 ton," ucapnya.
Baca juga: Bupati Tabanan minta PNS perlu kreatif di era digital
Selain memenuhi permintaan pupuk dari petani dan penjual tanaman di berbagai daerah di Bali, pihaknya juga harus memenuhi pesanan dari Pemprov Bali yang untuk tahun 2023 ini subsidi pupuk organik dialokasikan sebesar Rp20 miliar.
Simantri 027 menjadi salah satu penyedia pupuk organik di Bali yang dipercaya untuk memenuhi alokasi pupuk organik senilai Rp20 miliar tersebut bersama dengan penyedia pupuk organik lainnya.
Tak hanya memproduksi pupuk organik bentuk padat untuk media tanam, pihaknya juga memproduksi pupuk cair dan pupuk hayati.
"Bahan baku yang sudah siap saat ini baru 500 ton. Ke depan kami ingin menyiapkan bahan baku sebanyak 2.000 ton untuk memenuhi permintaan pupuk padat dan cair," katanya.
Selain mengembangkan bisnis pupuk yang melibatkan lebih dari 30 orang itu, Agung Wijaya juga merambah usaha di bidang pengolahan daun kelor menjadi jamu untuk kesehatan.
"Sudah teruji oleh akademisi dari dalam dan luar negeri serta terbukti sangat membantu kesehatan. Bahkan saat kasus COVID-19 sedang tinggi-tingginya pesanan meningkat. Saat ini rata-rata produksi 4.000 botol ukuran 250 ml," ujarnya.
Baca juga: Pemkab Tabanan luncurkan aplikasi "Silpa" tingkatkan layanan publik
Keberhasilan pengembangan pupuk organik tersebut selain dijadikan contoh beberapa kalangan juga banyak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang melakukan penelitian dan magang di sentra Simantri 027 ini.
"Saya juga mampu menguliahkan semua anak saya dan menyekolahkan anak hingga ke luar negeri dengan menekuni usaha pengolahan pupuk ini," katanya.
Mangku Pastika yang langsung melihat proses produksi pupuk organik ini mengaku salut dengan ketekunan dan konsistensi Simantri 027 sehingga bisa sukses.
"Kalau melihat kebutuhan kotoran sapi begitu besar, ini artinya membuka peluang bagi peternak sapi. Dengan Simantri yang sebelumnya dibentuk dan diberikan bantuan Pemprov Bali itu selain anakan sapinya bisa dijual, sekaligus ada nilai tambah dari pengolahan kotoran dan urine menjadi pupuk dan biourine," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Pastika, sungguh sayang kalau program Simantri tidak diteruskan. Tinggal sekarang perlu ditambah pemeliharaan sapi dan hijauan pakan ternaknya di sekitar lokasi agar tidak kesulitan mendapatkan kotoran hewan.
"Simantri itu sejatinya merupakan sistem pertanian berdasarkan Veda (Vedic Agriculture System) sebagaimana hasil penelitian para pakar. Hal itu karena kita dapat memuliakan sapi, menyuburkan ibu pertiwi, tidak meninggalkan sisa apapun dan sekaligus membawa kesejahteraan," ucap mantan Kapolda Bali ini.
Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan petani tidak menjual gabah agar bisa mendapat nilai tambah. Saat ini kita jual gabah ke luar Bali lalu membelinya kembali dalam bentuk beras dengan harga yang mahal.
"Padahal kalau gabah bisa digiling menjadi beras sendiri di Bali, kita bisa mendapat sekam dan dedak yang nilai ekonominya cukup tinggi. Dedak ini sangat bagus untuk pakan babi dan ayam," kata Pastika.