Denpasar (ANTARA) - Hasil kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dipasang di atap-atap rumah di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Dewata.
Menurut IESR, potensi itu perlu jadi pertimbangan para pemangku kepentingan, terutama dalam mempercepat transisi dari energi fosil ke energi bersih, yang salah satu sumbernya tenaga sinar matahari/tenaga surya.
“Kalau semua rumah di Bali pakai PLTS atap, maka itu sudah bisa memasok kebutuhan se-Bali,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa saat memberi paparan pada diskusi bersama Universitas Udayana di Denpasar, Jumat.
IESR merupakan lembaga think tank yang fokus mengkaji isu energi dan lingkungan, termasuk di antaranya energi bersih.
Baca juga: PLN bangun 36 PLTS atap untuk G20 di Bali
Fabby menjelaskan kebutuhan listrik di Bali kurang lebih 1 Gigawatt (GW), yang dipasok dari beberapa pembangkit listrik di Pulau Bali dan Pulau Jawa.
IESR meyakini cara itu tidak lagi efisien, karena Bali memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan listriknya sendiri dengan memanfaatkan berbagai potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk di antaranya PLTS atap.
Kajian IESR sebagaimana disampaikan oleh direktur eksekutifnya itu memperlihatkan bahwa potensi PLTS atap mencapai 3.200 Megawatt peak (MWp)—10.900 MWp atau sekitar 3,2 GW - 10,9 GW.
Fabby, yang merupakan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), menambahkan potensi energi berbasis EBT lainnya di Bali juga besar, misalnya PLTS dalam skala besar yang ditempatkan di atas lahan mencapai 26.000 MWp - 142.000 MWp atau 26 GW - 142GW.
Baca juga: Gubernur Bali keluarkan SE 5/2022 tentang pemanfaatan PLTS atap
Lahan yang jadi bahan penelitian IESR bukan kawasan hutan lindung, area hutan, lahan gambut, bandara, pelabuhan, dan area badan-badan air.
Kemudian, potensi pembangkit listrik yang bersumber dari air mencapai 61 MW - 256 MW. Potensi pembangkit listrik tenaga angin di Bali mencapai 21 MW - 309 MW di ketinggian 100 meter dan 72 MW - 445 MW di ketinggian 50 meter.
Terakhir, potensi listrik dari biomassa di Bali, khususnya yang diperoleh dari limbah panen padi, kopi, cokelat, sawit, dan wood pellet dari Pohon Akasia mencapai 15 MW.
Baca juga: Presiden Jokowi : Energi hijau sebagai kekuatan Indonesia
Walaupun demikian, Fabby menilai PLTS atap jadi teknologi yang paling mudah digunakan untuk mempercepat tujuan transisi energi.
“Atap-atap bangunan pemerintah, rumah, gedung komersial, industri, lapangan parkir bisa dipasang PLTS dan cukup besar potensinya,” kata dia.
Sejauh ini ia menyampaikan Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan regulasi yang mendukung tujuan transisi ke energi bersih, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, yang ditindaklanjuti oleh Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022.