Denpasar (ANTARA) - "Institute for Essential Service Reform" sebagai salah satu lembaga riset dan advokasi yang bergerak dalam sektor transformasi sistem energi, mendorong pemerintah daerah dan masyarakat Bali dapat lebih memaksimalkan pemanfaatan teknologi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
"Dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan seperti PLTS atap ini, juga bisa memperkuat atau menjadi nilai tambah bagi pariwisata Bali usai pandemi COVID-19," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, Bali memiliki potensi besar untuk mengembangkan PLTS atap karena sudah memiliki regulasi berupa Pergub No 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, di samping itu salah satu penjabaran visi pembangunan Pemprov Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali" pun terkait pengembangan energi terbarukan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, masyarakat Bali itu kecintaannya terhadap lingkungan itu paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Tanah Air.
"Dari survei yang kami lakukan terkait persepsi dan harapan sektor rumah tangga di Bali terhadap PLTS atap, tidak ada yang mengatakan tidak baik, diantaranya sebanyak 50,5 persen mengatakan lebih murah dan hemat, 19,9 persen ramah lingkungan dan 12,2 persen bagus. Hasil yang tidak jauh berbeda juga ketika survei ditujukan kepada pelaku usaha," ucap Fabby.
Melalui pengembangan PLTS atap ini sekaligus sejalan dengan upaya menjadikan Bali mandiri energi, di tengah kondisi Bali yang selama ini pasokannya listrik sebagian masih bergantung dari Pulau Jawa.
Di samping itu, lanjut dia, tren pariwisata dunia kini juga sudah mengarah pada pariwisata yang ramah lingkungan. "Dengan pemanfaatan energi terbarukan seperti PLTS atap, Bali akan menjadi daerah tujuan ekowisata dan sekaligus meningkatkan daya saing pariwisata. Umumnya wisatawan-wisatawan yang berkualitaslah yang memandang penting aspek lingkungan ini.
Fabby menambahkan, untuk sejumlah hotel-hotel dengan brand internasional bahkan sudah memiliki target masing-masing dalam beberapa tahun ke depan ini akan 100 persen menggunakan energi terbarukan.
Selain juga dari sisi pelaku pariwisata akan lebih menguntungkan karena dengan investasi penggunaan teknologi PLTS atap setelah beberapa tahun kemudian akan jauh mengurangi biaya operasional untuk pembelian energi listrik.
Pemerintah daerah, lanjut dia, tidak saja dapat memanfaatkan PLTS atap untuk di lingkungan instansi pemerintahan, namun bisa juga dipasang di sentra-sentra UMKM sehingga bisa menurunkan biaya operasional UMKM.
"Bali dapat menjadi pulau yang secara ambisius menggunakan energi terbarukan dengan sosialisasi yang masif, penyediaan informasi yang lengkap dan merata, implementasi kebijakan yang komprehensif, hingga menyiapkan ekosistem dukungan seperti insentif, penyedia pelayanan dan skema pembiayaan menarik," ucapnya.
Sementara itu, Kepala CORE Udayana Prof Ida Ayu Dwi Giriantari PhD pun berpandangan senada bahwa ketika pariwisata ramah lingkungan yang berkembang, maka dapat sekaligus menjaring wisatawan yang datang ke Bali.
Menurut Prof Dwi, di masyarakat Bali juga sudah berkembang penggunaan PLTS atap, khususnya oleh sejumlah ekspatriat yang menyewa vila di Bali, yang memang kian sadar pentingnya penggunaan energi terbarukan.
"Banyak masyarakat Bali yang ingin memasang PLTS atap, hanya saja seringkali mereka tidak tahu harus pergi kemana untuk mengurusnya karena memang mayoritas perusahaan penyedia teknologi ini perusahaan asing," ucapnya.
Di sisi lain, tambah Prof Dwi, meskipun soal PLTS atap ini sudah ada regulasinya, namun ada pula sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) yang menolak untuk dipasangi PLTS atap dengan alasan kesulitan terkait dengan pemeliharaannya ataupun bingung kepada siapa beban pemeliharaan dibebankan.