Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati yang juga selaku Presiden COP-4 Konvensi Minamata di Bali menyatakan COP saat ini harus menyelesaikan pembahasan Effectiveness Evaluation (EE).
Dikatakannya, hal itu merupakan mandat yang diberikan kepada Parties (negara pihak) sejak COP-3 yang berlangsung di Jenewa pada November 2019.
"Fokus dari COP ini adalah EE dan amandemen pada Annex A dan B. EE masuk dalam pengaturan konvensi yang memang harus selesai karena sudah diperintahkan pada COP yang lalu. Semoga di Indonesia ini kita dapat menyelesaikan EE dan review amandemen terhadap Annex A dan B," kata Vivien dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Indonesia hadapi sampah 185 ribu ton
Dia menjelaskan, persoalan-persoalan utama yang dibahas di dalam COP-4 kali ini akan diselesaikan di tingkat contact group (kelompok diskusi) dan kemudian akan dilaporkan dan disepakati hasilnya di Plenary.
Pembahasan contact group untuk EE berjalan sangat alot dan harus dilaporkan dan selesai pada COP-4 kali ini. EE bertujuan untuk mengukur ketaatan negara-negara pihak terhadap konvensi. "Kita kejar mereka untuk menyepakati dan kami putuskan di COP ini," katanya.
Contact group selanjutnya adalah terkait review amandemen terhadap Annex A dan B. Vivien menerangkan bahwa di dalam Annex tersebut terdapat daftar produk-produk yang mengandung merkuri dan produk yang proses pembuatannya memakai merkuri.
"Amalgam untuk tambal gigi misalnya, kita Indonesia sudah melarang, namun ada beberapa negara yang belum melarang ini seperti Thailand. Ini yang terus kami dorong untuk selesai," ujarnya.
Baca juga: KKP canangkan "Bulan Cinta Laut" sikapi limbah PCR di Bali
Selain dua contact group di atas, terdapat juga contact group terkait Programme of Work and Budget, serta tentang Mercury Waste Thresholds.
"Programme of Work and Budget itu seperti anggaran kalau kita di pemerintah. Nah itu semua bisa dihitung kalau semua contact group tersebut sudah disepakati, berapa uang yang dibutuhkan, apa teknologi yang bisa dibantu dan sebagainya, baru bisa kita hitung," jelas Vivien.
Kemudian, pada COP-4 Konvensi Minamata di Bali ini memunculkan contact group baru, yaitu untuk membahas Mercury Waste Thresholds atau ambang batas limbah merkuri. Menurut Vivien pembahasan tentang ini tidak harus selesai di COP ini.
"Ini terkait dengan batasan-batasan dari tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh merkuri. Waste Thresholds ini berbicara soal ilmiah, disini saya membayangkan negara maju dan berkembang akan mengalami perdebatan," katanya.
Baca juga: WHO: Puluhan ton limbah medis COVID -19 ancam kesehatan
Vivien menegaskan bahwa Mercury Waste Thresholds ini harus dibuat karena akan mendorong negara-negara maju membantu dalam hal teknologi.
"Saya sebagai Presiden COP meminta seluruh contact group untuk menyelesaikan dan melaporkan hasil diskusinya ketika di Plenary," katanya.