Denpasar (ANTARA) - Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali mulai menerapkan aturan (pararem) berbasis adat bersama Desa Adat di wilayah setempat dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak, termasuk 11 kasus yang terjadi sejak Januari 2022.
"Beberapa kasus yang jadi atensi KPPAD dan yang banyak dilaporkan masyarakat ke KPPAD, yaitu kasus pengasuhan dan beberapa pendidikan. Tetapi, sebagai lembaga pengawasan kami tentu mengatensi kasus kekerasan pada anak yang ada di Bali," kata Ketua KPPAD Provinsi Bali Ni Luh Gede Yastini saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Jumat.
Ia mengatakan dalam dua bulan ada 11 kasus yang dilaporkan ke KPPAD Provinsi Bali. Adapun 11 laporan tersebut, tujuh pengasuhan dan perebutan hak asuh anak yang berpotensi pada kekerasan, dua pendidikan, satu kekerasan seksual, satu KDRT.
Baca juga: Menteri PPPA tetapkan Dawan Klod-Nyalian jadi Desa Ramah Perempuan-Anak
Hal ini mendapat atensi khusus dari KPPAD Bali untuk mengurangi peningkatan kasus dengan mengaplikasikan konsep aturan perlindungan anak berbasis desa adat.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kejadian kekerasan tersebut di lingkungan desa-desa. Selain itu, juga memahami kondisi Bali bahwa lingkungan terdekat dengan anak selain keluarga adalah masyarakat atau kalau di Bali, masyarakat adat menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari perlindungan anak.
"Anak sebagai unsur masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan masyarakat juga berkewajiban untuk melakukan upaya pencegahan dan pembinaan bagi anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," katanya.
Keterlibatan desa adat juga sesuai dengan pesan dari Undang-Undang Perlindungan Anak yang mewajibkan keterlibatan pemerintah, dunia usaha dan peran serta masyarakat dalam pasal-pasalnya sebagai upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak.
Di Provinsi Bali upaya-upaya pencegahan dan perlindungan anak tercantum dalam program pemerintah Nangun Sat Kerthi loka Bali dan rencana aksi program-program pemerintah dengan mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, sehingga diharapkan adanya kolaborasi antara desa dinas dan desa adat untuk mewujudkan desa adat ramah anak dengan pararem perlindungan anak.
Sementara untuk desa adat sebagaimana diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat Bali merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan, tradisi, tata krama pergaulan hidup, masyarakat secara turun temurun dalam ikatan suci (kahyangan tiga atau kayangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
"Jadi, hal ini sangat memungkinkan mewujudkan desa adat yang ramah anak melalui pararem perlindungan anak," katanya.