Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Kepercayaan dan pengakuan dunia internasional mengukuhkan organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) dan tiga kawasan lainnya menjadi warisan budaya dunia, merupakan kado perayaan Hari Ulang Tahun ke-54 Pemerintah Provinsi Bali.
Keputusan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) mendapat apresiasi dari pemerintah dan masyarakat Bali yang akan merayakan hari jadinya pada Selasa, 14 Agustus 2012.
Pengakuan UNESCO terhadap subak menjadi warisan budaya dunia (WBD) secara tidak langsung akan mampu memperkokoh prioritas pembangunan Bali yang menitikberatkan bidang pertanian dalam arti luas, pariwisata serta pengembangan industri kecil dan kerajinan rumah tangga, tutur Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia.
UNESCO melalui sidang pleno di St Petersburg, Rusia, pada 20 Juni 2012 menetapkan kawasan Jatiluwih Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan, bersama Pura Taman Ayun Mengwi, Kabupaten Kabupaten Badung, Daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan Kabupaten Gianyar dan Pura Ulundanu Batur, Kabupaten Bangli yang merupakan satu kesatuan menjadi WBD.
Prof Windia yang juga sekretaris tim penyusunan proposal WBD itu menjelaskan, prestasi gemilang yang dicapai Bali bertepatan dengan HUT ke-54 itu merupakan hasil perjuangan dan kerja keras seluruh komponen masyarakat Bali selama 12 tahun.
Prestasi itu diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap pengembangan sektor pariwisata, yakni dengan semakin banyaknya masyarakat dunia berkunjung untuk mengetahui WBD yang ada di Pulau Dewata.
Kawasan Jatiluwih Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan mempunyai hamparan lahan sawah yang menghijau, dengan lokasi yang berundag-undang (terasering), sehingga memiliki pemandangan dan keindahan panorama alam yang khas.
Perpaduan lembah dan perbukitan di bagian hulu Gunung Batukaru itu dikitari lingkungan dan kawasan hutan yang lestari, menjadi satu kesatuan hamparan lahan sawah yang cukup luas.
Demikian pula Pura Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung dikelilingi kolam besar dengan pertamanan tertata apik, warisan Kerajaan Mengwi yang pernah mengalami kejayaan pada abad XVII silam.
Kolam besar "dihuni" berbagai jenis ikan itu, pinggirannya tertata apik, ditanami aneka jenis bunga-bungaan seperti teratai, kamboja, cempaka dan kenanga, bahkan belakangan kembali ditata oleh Pemkab Badung.
Sementara DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar mempunyai tiga puluh buah pancuran berderet di tepi kolam, mengalirkan air jernih dari lereng gunung yang debit airnya tidak pernah mengering, meskipun pada musim kemarau.
Puluhan pancuran berderet dari timur ke barat menghadap keselatan, airnya kemudian mengalir ke Sungai Pekerisan mengairi ribuan hektare lahan persawahan yang berhilir di Pantai Lebih dan pantai Keramas, kabupaten Gianyar, Bali.
Keindahan panorama alam yang serasi dengan lingkungan sekitarnya yang menghijau dan lestari menjadikan objek wisata Tirta Empul yang lokasinya bersebelahan dengan Istana Kepresidenan Tampaksiring, 50 km timur Denpasar itu menjadikan lokasi itu sebagai objek wisata yang cukup menarik.
Wisatawan mancanegara sering kali ikut berbaur dengan masyarakat setempat pada hari-hari baik menurut kelender Bali untuk menyucikan dan membersihkan diri pada puluhan pancuran tersebut.
Adanya pengakuan UNESCO terhadap subak dan ketiga kawasan lainnya yang menjadi satu kesatuan sebagai WBD akan mendorong wisatawan untuk mengunjungi WBD, sehingga wisman semakin banyak ke Bali.
Dengan demikian diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap pembangunan Bali ke depan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan, harap Prof Windia.
Beban Moral
Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia, MS menambahkan, pengakuan dunia internasional terhadap Bali itu menjadi beban moral dan tanggung jawab yang sangat berat dari seluruh komponen dan masyarakat Pulau Dewata untuk mampu menjaga dan melestarikan khususnya subak, yang keberadaannya semakin menghdapi desakan dan tantangan akibat alih fungsi lahan.
Kepentingan penetapan UNESCO terhadap subak dan tiga kawasan lainnya yang menjadi satu kesatuan adalah masyarakat dan pemerintah setempat.
Hal itu terbukti berbagai pihak berjuang keras selama kurun waktu 12 tahun untuk mengusulkan WBD dan sekarang sudah membuahkan hasil dan Bali selalu setuju untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap semua saran UNESCO.
Oleh sebab itu pemerintah dan masyarakat di Bali dapat berperan serta secara aktif dalam memelihara kelangsungan WBD agar mampu memberikan dampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
"Mumpung masih ada yang dapat kita wariskan kepada dunia, kalau nanti lokasi-lokasi yang ditetapkan UNESCO rusak, sehingga tidak wajar lagi diwariskan kepada dunia, sehingga bisa saja UNESCO mencabut keputusan penetapan WBD" tutur Prof Windia.
Dengan adanya penetapan WBD oleh UNESCO, otomatis citra dari kawasan tersebut akan meningkat karena dikenal dunia internasional, sehingga dapat merangsang wisatawan dari berbagai negara berkunjung ke WBD di Bali.
Di sinilah Pemkab bisa menarik keuntungan lalu mengelolanya dengan baik demi kesejahteraan masyarakat dan subak di lokasi itu. Dengan demikian petani akan senang bertani sekaligus merawat dan memelihara kelangsungan di masa mendatang.
Hal itu penting ditanamkan, jika sampai UNESCO menarik penetapannya, maka citra bangsa Indonesia akan tercoreng. Untuk itu perlu kerja sama pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Bali, dan pemerintah kabupaten/kota di daerah ini melakukan rencana aksi bagi pelestarian dan kelanjutan kawasan-kawasan yang telah disetujui sebagai warisan budaya dunia, ujar Prof Windia.(LHS/T007)