Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan bahwa arsitektur demokrasi yang lebih kuat sangat diperlukan di kawasan Asia Pasifik untuk mempromosikan keadilan sosial dan ekonomi dalam menghadapi pandemi dan membangun pemulihan yang berkelanjutan.
Hal itu ia sampaikan dalam sesi penutupan Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 yang berlangsung secara luring dan daring dari Bali, Kamis.
“BDF tahun ini telah maju dalam menemukan cara dan ide-ide konkret untuk lebih memajukan dan memperkuat demokrasi, sambil membangun kembali dengan lebih baik dan lebih kuat bersama dalam normal baru,” kata Mahendra.
Cara dan ide konkret yang dimaksud mencakup, pertama, prinsip kesetaraan yang merupakan keniscayaan dalam proses pemulihan sehingga diperlukan kerja sama dari semua elemen masyarakat dengan menjunjung tinggi norma dan nilai demokrasi dalam menyikapi dampak buruk dari pandemi COVID-19.
Baca juga: Menlu: Indonesia pastikan perlindungan sosial selama pandemi
“Yang paling penting adalah memastikan akses yang sama ke vaksin untuk memerangi kesenjangan vaksinasi global yang terus meningkat. Selain itu, kita perlu meninjau kembali dan meningkatkan efektivitas rantai nilai global dari banyak produk dan layanan, terutama yang terkait dengan kesehatan,” ujar Mahendra.
Berbagai upaya penanggulangan COVID-19, kata dia, memberikan pelajaran bahwa pemulihan harus didasarkan pada prinsip kemanusiaan yang menekankan pada kebijakan inklusif, melibatkan semua orang, dan memberi manfaat bagi semua.
Kedua, kebijakan pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif hanya dapat dicapai jika kita berhasil memberdayakan dan mempromosikan kesempatan yang sama bagi perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Kebijakan itu termasuk akses pendidikan untuk semua seperti literasi dan pengetahuan tentang keuangan, dunia digital, kewirausahaan, serta pengarusutamaan perspektif gender yang harus menjadi inti dari keseluruhan kebijakan dan proses pengambilan keputusan.
“Dalam upaya mencapai pemulihan sosial dan pemberdayaan elemen masyarakat ini, kita perlu memberikan perlindungan sosial untuk mewujudkan masyarakat yang lebih tangguh pascapandemi,” tutur Mahendra.
Ketiga, Wamenlu RI mendorong kerja sama untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan membangun ketahanan ekonomi yang lebih kuat.
Dalam hal ini, yang perlu diprioritaskan saat ini adalah mengaktifkan kembali perekonomian regional dengan memulai konektivitas regional dan mendorong pergerakan masyarakat yang aman.
Baca juga: Di Bali, Menlu serukan pentingnya nilai-nilai demokrasi dalam pemulihan COVID-19
“Pada saat yang sama, kita harus mengidentifikasi cara untuk lebih mengintegrasikan ekonomi kita ke dalam rantai pasokan yang lebih baik. Terakhir, mari kita melampaui cakrawala dan jalan ke depan untuk mempromosikan demokrasi ke normal baru,” kata Mahendra.
Perhelatan BDF ke-14 diikuti 50 perwakilan negara dan organisasi internasional yang hadir baik secara fisik di Bali maupun secara virtual. Selain Sekretaris Jenderal PBB, BDF tahun ini juga diikuti oleh 18 pejabat setingkat menteri/wakil menteri, antara lain Menlu Amerika Serikat Antony Blinken, Menlu China Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, dan Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta.
Tema yang diangkat yakni “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic”, menyoroti berbagai ketidakadilan ekonomi dan sosial yang terdapat di masyarakat sebagai salah satu dampak dari pandemi.
Forum ini juga bertujuan untuk menemukan jalan yang dapat diambil ke depan terkait isu yang dihadapi tersebut.
BDF sendiri, secara keseluruhan, bertujuan untuk membangun arsitektur demokrasi yang kuat di kawasan, melalui praktik saling berbagi pengalaman dan praktik terbaik, dengan menganut prinsip-prinsip persamaan, saling pengertian, dan menghargai.