Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Ni Nyoman Puspawati (8), bocah dari Kintamani, Kabupaten Bangli menghembuskan nafas terakhir dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar.
Berdasarkan hasil tes laboratoriun penelitian dan pengembangan Kesehatan (Litbangkas) Jakarta menunjukkan korban meninggal negatif terserang penyakit flu burung.
Pada awalnya korban yang meninggal Selasa (24/4) itu, lewat pemeriksaan tes laboratorium RSUP Sanglah menunjukkan hasil positif tertular virus flu burung H5N1, tutur Kabag Hukum dan Humas RSUP Sanglah Putu Putra Wisada.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali bekerja sama dengan Dinas Peternakan setempat melakukan penyisiran terhadap menyeruaknya kembali kasus flu burung di daerah ini, padahal beberapa tahun belakangan penyakit itu sebenarnya sudah tergolong aman.
Namun secara tiba-tiba kembali mencuat ke permukaan, karena kematian bocah dari Kintamani, Bangli itu dengan kondisi klinik flu burung. Instansi terkait, khususnya Dinas Kesehatan dan Peternakan bergerak cepat untuk mengantisipasi kemungkinan menyebarnya penyakit yang mematikan itu.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjana melakukan penyisiran ke pasar-pasar unggas dan melakukan penyuluhan kepada kelompok-kelompok masyarakat agar flu burung tidak semakin meluas dan segera bisa diatasi.
Bali sebagai daerah tujuan wisata yang menerima jutaan wisatawan dalam dan luar negeri setiap tahunnya itu sangat peka terhadap perkembangan lingkungan sekitarnya, termasuk flu burung, jangan sampai mempengaruhi citra daerah ini yang sudah dikenal masyarakat internasional.
Pemerintah Provinsi Bali melibatkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melakukan upaya yang maksimal dalam mengatasi berbagai jenis penyakit yang muncul, termasuk flu burung, tutur Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali, I Ketut Teneng.
Flu burung berjangkit di Bali sekitar Agustus 2007 atau lima tahun yang silam kini sebenarnya sudah mulai reda, karena semua pihak secara terpadu melakukan upaya penanggulangan secara tuntas.
Penyemprotan
Mengeruaknya kembali serangan flu burung di Bali menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra akibat beberapa faktor, di antaranya cuaca ekstrem yang membuat virus yang mematikan itu bertahan pada suhu tertentu.
Selain itu, masih ada pihak tidak bertanggung jawab memasukkan unggas dalam kondisi terinfeksi flu burung dari Jawa ke Bali. Untuk mengantisipasi semua itu instansi terkait di Bali serentak melakukan penyemprotan.
Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kota Denpasar, misalnya melakukan penyemperotan terhadap unggas yang memasuki maupun melintasi wilayah perkotaan dalam perjalanan menuju pasar-pasar tradisional.
Upaya itu dilakukan di tiga sentra pengawasan meliputi Terminal Ubung, Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar serta wilayah Penatih sebagai perbatasan Denpasar dengan kabupaten lain, tutur Kepala Disnakalut Denpasar Anak Agung Bayu Bramasta.
Selain itu telah memusnahkan 231 ekor ayam milik pedagang di Pasar Satria Denpasar, setelah petugas melakukan penyemprotan menemukan dua ekor ayam mati dan setelah di tes ternyata hasilnya positif terserang flu burung.
Tindakan pemusnahan itu terpaksa dilakukan guna mencegah penyebaran virus yang mematikan tersebut, sesuai prosedur tetap. Pemusnahan juga dilakukan terhadap tiga ekor ayam di Banjar Samping Buni, Pemecutan Klod, Denpasar, yang mati mendadak.
Ayam yang mati tersebut dites, hasilnya dinyatakan positif terinfeksi virus flu burung, sehingga unggas milik warga tersebut yang masih tersisa langsung dimusnahkan.
Putu Sumantra mengingatkan, kabupaten/kota di Bali yang memiliki pasar penjualan unggas dalam skala besar, masih rentan terserang virus flu burung.
Hal itu akibat Bali masuk kategori endemis flu burung, sehingga seluruh wilayah beresiko terserang virus, sehingga perlu faktor kehati-hatian dan kewaspadaan semua pihak.
Selain itu memperketat masuknya unggas dari luar daerah dan upaya itu mendapat dukungan dari semua pihak agar Bali tidak lagi mendatangkan unggas, karena hal itu sangat beresiko terhadap penularan flu burung, harap Putu Sumantra.
Flu burung pernah mewabah pada 1918 dengan merenggut korban jiwa sedikitnya 100 juta jiwa di berbagai negara di dunia. Pada 1957 penyakit itu membunuh sekitar 70.000 orang di AS, menyusul Hongkong dan belakangan penyakit yang mematikan itu terjadi di Thailand dan Vietnam.
Bali pernah mendapat bantuan dari organisasi pangan dunia (FAO) untuk menanggulangi flu burung. Badan dunia itu memberikan bantuan khusus guna memantau dan menangani penyakit flu burung.
Upaya itu dilakukan dengan membentuk tim pelacakan penyakit yang melibatkan peran serta masyarakat (PDS) dan tim yang merespon penyakit (PDR).
Kedua tim itu sehari-harinya bertugas di lapangan untuk menyerap sebanyak mungkin tentang keluhan peternak unggas.(IGT)