Denpasar (ANTARA) - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mendorong para petani di Pulau Dewata untuk memanfaatkan sarana pemasaran secara digital sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan.
"Apalagi sejumlah komoditas pertanian pada Oktober 2020 juga telah menunjukkan peningkatan harga seperti cabai merah, sawi putih dan sawi hijau, hingga daging ayam ras," kata Trisno, di Denpasar, Selasa.
Meskipun berdasarkan data BPS pada Oktober 2020 Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,24 persen (mtm). Namun, untuk kelompok barang volatile food (barang bergejolak) justru mengalami inflasi sebesar 0,14 persen (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 1,43 persen (mtm).
"Peningkatan harga terlihat untuk komoditas cabai merah, daging ayam ras, minyak goreng, sawi putih, dan sawi hijau. Peningkatkan harga cabai merah disebabkan oleh tidak optimalnya panen di penghujung 2020, utamanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi," ucapnya.
Selain itu, panen cabai merah di Provinsi Bali juga belum mencapai puncaknya, yang diperkirakan terjadi pada Desember 2020.
"Sementara itu, harga daging ayam ras naik sejalan dengan instruksi Kementerian Pertanian untuk mengurangi pasokan daging ayam ras sebagai upaya menstabilkan harga di tingkat peternak yang sudah sangat rendah. Adapun peningkatan harga minyak goreng disebabkan oleh naiknya harga CPO," ujar Trisno.
Baca juga: BI Bali dorong TPID kabupaten buat inovasi kendalikan inflasi
Pihaknya memperkirakan inflasi pada November dan Desember 2020 akan tetap rendah dan memperkirakan inflasi Bali 2020 akan berada di bawah target.
"Dalam upaya membantu petani karena terjadi penurunan harga di tingkat produsen, kami juga mendukung program Pasar Gotong Royong yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Bali," katanya.
Trisno menambahkan, Bali telah mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak bulan Juli 2020 sampai dengan Oktober 2020. Jika dihitung selama 10 bulan terakhir, Bali mengalami deflasi selama enam kali.
Pada Oktober 2020 Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,24 persen (mtm). Hal ini berdasarkan pencatatan BPS, yang mana terjadi penurunan harga di dua kota, yaitu Denpasar dan Singaraja.
Secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 0,62 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 1,44 persen (yoy).
Pada periode ini, penurunan harga paling signifikan tercatat pada kelompok barang inflasi inti (core inflation) dan kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices). Sementara itu, kelompok barang bergejolak (volatile food) mengalami kenaikan harga.
Baca juga: Bank Indonesia: semua pihak harus kompak bangkitkan ekonomi Bali
Kelompok barang core inflation pada bulan Oktober mencatat deflasi sebesar 0,31 persen (mtm), turun dibandingkan dengan bulan September yang tercatat inflasi sebesar 0,23 persen (mtm).
Penurunan tekanan inflasi ini terjadi terutama pada canang sari, emas perhiasan, dan sprei. Penurunan harga canang sari merupakan salah satu bentuk dari normalisasi harga pasca Hari Raya Galungan dan Kuningan pada September 2020.
Adapun penurunan harga emas disebabkan oleh turunnya harga emas dunia. Sedangkan penurunan harga sprei sejalan dengan menurunnya harga barang rumah tangga durasi jangka panjang yang disebabkan oleh penundaan pembelian oleh masyarakat.