Denpasar (ANTARA) - Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali dan Yayasan Kesehatan Bali terus melakukan koordinasi guna menyikapi mulai menipisnya stok obat antiretroviral (ARV) bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di wilayah Bali.
"Untuk tahun 2020 sampai bulan ini belum ada juga kejelasan terkait dengan pengadaan untuk yang tahun ini. Oleh karena itu kita menjadi sedikit was-was yang ternyata benar distribusi belakangan ini mulai mengalami keterbatasan," jelas Ketua Yayasan Kesehatan Bali, I Made Adi Mantara, di Denpasar Senin malam.
Ia menjelaskan kurang lebih sebanyak 8.000 orang di Bali yang mengakses ARV dan memang terjangkit HIV. Hanya saja, Kata dia memang pengadaannya itu mulai terbatas dan ketersediaan saat ini hanya untuk stok dua bulan tapi tidak semua jenis ARV yang dibutuhkan, ada beberapa jenis yang masih kosong.
"Seharusnya, stok ada di provinsi untuk satu tahun, di kabupaten untuk enam bulan dan di tingkat layanan untuk tiga bulan, tapi semua nggak bisa berjalan maksimal karena keterbatasan distribusi dari Jakarta," katanya.
Baca juga: RSUD Wangaya tangani 70-120 kunjungan pasien HIV/AIDS perhari
Menurut dia, hHampir semua layanan kosong, sekarang benar-benar minim stok dan terbatas sekali hampir di semua layanan di Bali. "Berapa lama bisa bertahan tergantung pola hidup kalau dia mampu menjaga pola hidupnya untuk tetap sehat tidak merokok dan stress lebih baik, tapi kalau pola hidupnya masih banyak stress dan sebagainya pengaruhnya akan lebih cepat lagi," katanya.
Ia mengatakan semua usia ODHA bisa rentan mengalami resistensi terhadap virus HIV. Kata dia, kerentanan ini utamanya terjadi pada anak-anak. "Sebenarnya kan untuk anak-anak obatnya khusus. Sekarang dengan kelangkaan ini mereka terpaksa diberikan pecahan jadi pecahan itu obatnya harus digerus lagi agak ribet jadinya,"ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa jika sampai bulan Mei ini tidak ada pengadaan ARV maka orang terinfeksi ini akan putus minum obat dan mengakibatkan kegagalan terapi ARV. Kegagalan tetapi ARV bisa membuat penurunan kesehatan ODHA hingga kematian karena infeksi opportunistik yang biasa dihadapi ODHA karena tidak mengkonsumsi ARV.
Baca juga: 2019, KPA Bali temukan 150-200 kasus HIV/bulan
"Kita sudah berkoordinasi ke Pemerintah Provinsi dan juga Kabupaten, termasuk di dalamnya Dinas Kesehatan Bali, jadi mereka sudah melakukan permintaan administrasi, dan Dinkes Bali memang tertib karena memang ada isu sebelumnya terkait kelangkaan ini. Di Provinsi kita pencatatannya cukup rapi, tapi memang kiriman dari pusat yang lama," jelasnya.
Selain itu, Kata dia juga menjalin hubungan secara berjejaring dengan lintas provinsi dan meminta seluruh teman-teman mendorong ini juga sampai di Kemenkes dan saat ini kita juga telah mendapat dukungan donor internasional untuk membantu sementara kelangkaan ARV ini.
Sementara itu, Pengelola Program Media KPA Bali, Juny Umbara mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali sudah mengajukan permintaan sejak 2019 lalu terkait dengan kelangkaan ARV sesuai dengan prosedur.
"Semua sudah sesuai prosedur dan sudah selesai dan sudah menjalankan sesuai protap-nya. Kita di KPA Bali dan di Dinas Kesehatan Provinsi Bali saya kira sudah selesai semuanya, nah terkait masalah kekurangan itu dan langkanya paling tidak teman-teman ini yang membantu menyuarakan," jelasnya.
Juny Ambara menyampaikan bahwa pihaknya dari KPA Bali akan terus melakukan koordinasi bersama dengan Dinas Kesehatan Bali terkait dengan ketersediaan ARV agar ke depan hal ini bisa segera ditindaklanjuti.