Denpasar (ANTARA) - Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali menggelar pertemuan para konselor HIV se-Bali sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalitas dalam pemberian layanan voluntary councelling and testing (VCT) atau konseling dan tes HIV sukarela.
"Salah satu upaya deteksi dini untuk mengetahui status HIV seseorang adalah melalui konseling dan tes HIV sukarela atau VCT," kata Ketua Harian KPA Provinsi Bali I Dewa Gede Mahendra Putra dalam sambutan yang dibacakan Kadis Kesehatan Provinsi Bali dr I Nyoman Gede Anom di Denpasar, Selasa.
Mahendra dalam pertemuan konselor se-Bali itu menyampaikan VCT menjadi pintu masuk untuk membantu masyarakat mendapatkan akses ke semua pelayanan baik informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial terkait HIV.
"Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat dapat dicapai sehingga proses perubahan perilaku dapat diarahkan pada perilaku yang lebih sehat," ucapnya.
Ia menambahkan, pemberian layanan VCT harus dilakukan konselor HIV secara profesional sehingga yang membutuhkan pelayanan dapat menerima layanan dengan baik tanpa adanya stigma dan diskriminasi.
"Konseling dan tes HIV sukarela juga diharapkan dapat mendorong masyarakat menganggap HIV - AIDS sama dengan penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, diabetes, jantung dan lainnya. Yang membedakan hanyalah HIV dan AIDS itu dapat menular," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr I Nyoman Gede Anom menambahkan, sampai Maret 2024 tercatat jumlah kumulatif orang yang terinfeksi HIV di Provinsi Bali sebanyak 30.366 kasus.
Sebarannya sudah meluas ke sembilan kabupaten/kota di Bali. Penemuan kasus HIV-AIDS terbanyak dilaporkan di Kota Denpasar sebanyak 15.810 kasus (52,1 persen), Kabupaten Badung 4.344 kasus (13,3 persen), dan disusul Kabupaten Buleleng 3.747 kasus (12,3 persen) .
"Data ini merupakan sebagian kecil dari data kasus yang sebenarnya di masyarakat, karena hanya bisa dideteksi melalui tes darah. Hal ini sering digambarkan sebagai fenomena gunung es. Sampai saat ini Bali masih kategori epidemi terkonsentrasi pada populasi kunci, namun harus diwaspadai jangan sampai terjadi epidemi umum," ujarnya.
Tingginya prevalensi kasus HIV dan AIDS, lanjut Anom, bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial, sumber daya manusia, pendidikan, keamanan, politik dan ekonomi.
"Oleh karena itu, penanganannya juga harus komprehensif. HIV dan AIDS bukan hanya masalah dari penyakit menular semata akan tetapi sudah merupakan masalah kesehatan yang sangat luas. Oleh karena itu, penanganannya juga harus berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier," ucapnya.
Melalui pertemuan konselor tersebut, kata Anom, sudah sangat tepat sebagai ajang untuk bertukar informasi dan saling mendukung antar konselor layanan kesehatan serta untuk penguatan jejaring.
"Sekaligus menjadi ajang berbagi pengalaman dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh konselor sehingga dapat bersama-sama menemukan solusinya. Terima kasih kepada para konselor, yang dengan tulus ikhlas memberikan perhatian dan dukungan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Bali," katanya.