Denpasar (ANTARA) - "Bulan Bahasa Bali 2020" di Taman Budaya Provinsi Bali di Denpasar memberikan kesempatan siswa-siswi SMA/SMK dan mahasiswa di "Pulau Dewata" berlatih menjadi pembawa acara (master of ceremony atau MC) berbahasa Bali yang baik dan benar.
"Kami sengaja melibatkan para pelajar dan mahasiswa dalam acara 'workshop' (lokakarya) MC berbahasa Bali ini untuk semakin menumbuhkan minat generasi muda Bali agar mau belajar bahasa Bali dan juga tidak segan menjadi pembawa acara berbahasa Bali," kata Kepala Seksi Inventaris dan Pemeliharaan Dokumentasi Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Made Mahesa Yuma Putra dalam acara lokakarya itu di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, Minggu.
Ia menjelaskan sejauh ini jumlah pembawa acara di "Pulau Dewata" yang mampu memandu acara menggunakan bahasa Bali tergolong minim karena dianggap masih cukup sulit.
"Untuk kegiatan di instansi pemerintahan yang mengharuskan berbahasa Bali, kami juga cukup sulit mencari MC. Padahal melalui Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Satra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali itu, Bapak Gubernur menginginkan penggunaan bahasa Bali bisa lebih meluas," ucap dia.
Kegiatan "Krialoka (Lokakarya) Pangenter Mabasa Bali" yang menjadi salah satu rangkaian kegiatan "Bulan Bahasa Bali" selama 1-27 Februari 2020 itu, diharapkan memberikan bekal berupa pengetahuan dan pengalaman bagi para pelajar untuk diterapkan di lingkungan masing-masing.
"Jadi bisa memberikan ilmu bagaimana membawakan acara yang benar dari sisi sikap maupun dalam penggunaan bahasa," ujarnya.
Krialoka pembawa acara berbahasa Bali yang disambut antusias para pelajar dan mahasiswa dari sejumlah kabupaten/kota di Bali itu, menghadirkan dua narasumber, yakni Ida Ayu Frischa Mahayani (reporter sekaligus redaktur berita berbahasa Bali di LPP RRI Denpasar) dan Tjokorda Istri Priti Mahendradevi (reporter dan presenter LPP TVRI Denpasar).
Tjokorda Istri Mahendradevi yang akrab dipanggil Cok Devi itu, menekankan kunci sukses menjadi pembawa acara berbahasa apapun itu, adanya koordinasi dan konfirmasi, sehingga tidak sampai ada kesalahan dalam penyebutan nama dan jabatan tokoh-tokoh penting yang hadir sebagai undangan maupun pengisi acara pokok acara yang dipandu.
Lewat koordinasi dan konfirmasi, katanya, juga menjamin kelancaran acara yang dibawakan sesuai dengan urutan acara yang sudah dirancang penyelenggara.
"Untuk bisa sukses menjadi MC, kita harus punya pengalaman dan pengetahuan, punya imajinasi, juga rasa humor. MC perlu menyelipkan kata-kata lucu agar acara yang dibawakan itu tidak membosankan. Selanjutnya pembawa acara juga harus menunjukkan antusiasmenya supaya acara yang dibawakan itu lebih hidup," ujarnya.
Yang paling penting, lanjut Cok Devi, tentu dari sisi vokal yang mencakup, antara lain volume suara, intonasi, penekanan, dan kecepatan.
"Kalau MC membawakan acara dengan intonasi yang datar-datar saja, bisa jadi yang hadir itu tidak ada yang memperhatikan," ucapnya.
Khusus mengenai MC berbahasa Bali alus, katanya, penting memperhatikan diksi, apalagi setiap kabupaten/kota di Bali masih ada sejumlah perbedaan dalam penggunaan bahasa Bali alus.
Ida Ayu Frischa Mahayani menyebut peranan seorang MC penting karena sukses tidaknya acara terletak di tangan pembawa acara.
"MC tidak boleh hanya sekadar membawakan acara, kalau hanya demikian, maka acara yang dibawakan tidak akan 'hidup'," ucapnya.
Pembawa acara yang profesional, katanya, harus siap untuk berbagai jenis acara yang dibawakan, baik formal, nonformal, maupun kombinasi keduanya.
"Proses latihan atau geladi sebelum membawakan acara juga penting untuk kesuksesan dan kelancaran acara," ujarnya.
Dalam lokakarya tersebut, sejumlah perwakilan siswa juga diajak praktik membawakan acara berbahasa Bali dengan naskah yang sudah disiapkan panitia.