Denpasar (ANTARA) - Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Putri Suastini Koster meminta para desainer dari Pulau Dewata untuk mengangkat kekayaan tenun lokal dalam karya-karya mereka.
"Bali memiliki ratusan jenis tenun tradisional dan itulah yang menjadi kelebihan Bali yang dapat dijadikan modal dalam persaingan di dunia fashion nasional hingga internasional. Dalam pengembangan mode, saya harapkan agar para desainer Bali jangan selalu berorientasi pada tren mode dunia," kata Putri Koster, di Denpasar, Jumat.
Ia mencontohkan, peragaan busana di ajang "fashion show" tingkat internasional yang identik dengan para model berwajah dingin ketika berjalan di atas catwalk.
"Kita tak perlu meniru mereka karena kita sendiri punya kepribadian yang ramah. Tampilkan para model dengan wajah ramah, banyak senyum. Bali bisa menjadi trend center modeling yang punya ciri khas tersendiri," ucapnya saat bertemu para desainer yang akan terlibat pada acara fashion show Pesona Wastra Dewata 2019 itu.
Ibu dua putri ini juga mengharapkan agar para desainer membuat karya yang bisa dipakai sehingga laku di pasaran. "Jangan membuat model yang aneh-aneh, lalu siapa yang memakai. Hanya sebatas diperagakan? Idealnya, rancangan para desainer bisa diproduksi, dipasarkan dan diminati masyarakat," katanya.
Dalam kesempatan itu, Putri Koster pun mempertegas komitmennya dalam upaya pelestarian dan pengembangan tenun ikat Bali.
"Dekranasda itu ibarat sayap yang menerbangkan produk kerajinan dari berbagai bidang, khususnya dalam hal ini kain tenun," ucap seniman multitalenta itu.
Untuk itu, ia mengajak seluruh komponen bahu membahu dalam upaya pelestarian dan pengembangan tenun ikat Bali. Menurutnya, sektor sandang belakangan memang berkembang pesat.
Namun di balik pesatnya perkembangan tersebut, tenun ikat Bali menghadapi tantangan yang begitu pelik yaitu kemajuan teknologi yang mengakibatkan banyak motif songket atau endek diproduksi dengan teknik printing atau bordir. "Karena harganya jauh lebih murah dengan tampilan yang menarik, kain printing dan bordir laku keras," ujar istri Gubernur Bali.
Putri Koster tak serta merta menyalahkan inovasi dalam produksi tenun lokal Bali karena dikaitkan dengan upaya pengembangan, inovasi adalah hal yang wajar.
"Nah, untuk tanggung jawab pelestarian, kita yang berpenghasilan lebih jangan ikut-ikutan berorientasi pada harga murah. Yuk, kita ambil bagian dalam upaya pelestarian tenun ikat yang masih dibuat secara tradisional," ucapnya.
Selain itu, perajin juga memegang peranan penting dalam upaya pelestarian tenun ikat yang masih dikerjakan secara tradisional seperti alat tenun bukan mesin (ATBM) dan cagcag. Ia mewanti-wanti agar para perajin jangan malah "bunuh diri" dengan ikut-ikutan gencar memasarkan tenun printing atau bordir.
Baca juga: Dekranasda Bali: kain tenun bisa jadi busana milenial
Sejumlah perajin tenun ikat yang sempat ditanya beralasan karena kain tenun printing dan borbir belakangan memang lagi tren dan banyak diminati. Kondisi ini sangat mengkhawatirkannya, sebab lambat laun alat tenun cagcag akan makin terpinggirkan.
"Saat ini hanya tersisa tak lebih dari 10 alat cagcag. Jika kita tak peduli, bukan tidak mungkin alat tradisional warisan leluhur itu akan diklaim negara lain lalu mereka mengambil keuntungan dengan promosi kalau alat itu sudah berumur ratusan tahun," ujarnya.
Oleh sebab itu, Putri Koster mengajak perajin untuk mengambil jalan tengah yaitu dengan tetap memasarkan produk printing atau bordir, namun menyarankan kepada konsumen kalau kain jenis itu hanya untuk bahan baju. Kalau untuk kamen, tetap harus diarahkan membeli tenun ikat tradisional.
Baca juga: Disperindag dan Dekranasda Denpasar gelar pelatihan tenun Endek
Ia sangat berharap, upaya pengembangan tenun ikat tradisional bisa berjalan beriringan dengan upaya pelestariannya.