Denpasar (ANTARA) - Jajaran pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bali mengadakan buka bersama (bukber) dengan anggota, senior (mantan pengurus), dan mitra dari kalangan pemerintahan, seperti Kominfo, BPBD, dan sebagainya untuk menyemarakkan Bulan Puasa Ramadhan di Pulau Dewata.
"Ya, ini pertama kali kami mengadakan buka bersama. Pengurus dan anggota PWI Bali yang Muslim sekitar 30-an persen dan umumnya dari media cetak," kata Ketua PWI Bali IGMB Dwikora Putra disela-sela 'Silaturahmi dan Buka Bersama PWI Provinsi Bali' itu di Kantor PWI Bali, Denpasar, Jumat malam.
Acara itu dihadiri Kasi Sumber Daya Komunikasi Publik dari Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Bali, Ida Bagus Ketut Agung Ludra (IBKA Ludra) dan Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin, dan mantan Ketua PWI Bali era 1980-an, Witminarko.
"Saya mengapresiasi acara ini, karena meski kita dari Hindu, tapi kita sebagai bangsa Indonesia harus menonjolkan kebhinnekaan dan kebersamaan, bukan agama atau suku," kata Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin.
Dalam kesempatan itu, ia menceritakan pengalaman tentang indahnya kebersamaan dalam kebhinnekaan dan perbedaan. "Saya pertama kali bertugas di Tanah Toraja itu bukan tinggal bersama keluarga Kristen, namun justru keluarga pedagang garam yang Muslim," katanya.
Namun, keluarga Muslim yang anak-anaknya masih kecil itu mempersilakan dirinya yang Hindu dan dua temannya yang Kristen untuk tidak berpuasa. "Tiga bulan bertugas memang bertepatan dengan puasa seperti sekarang ini, tapi saya dan dua teman saya memutuskan ikut berpuasa, karena kami memikirkan anak-anak keluarga itu yang masih kecil harus berpuasa, tapi kami justru tidak," katanya.
Akhirnya, dia dan kedua temannya memilih ikut makan sahur pada dini hari dan berbuka puasa pada sore hari untuk menghormati tiga anak dari keluarga pedagang garam itu. "Kami justru berterima kasih diberi tempat berteduh selama dua dari empat tahun bertugas di Tanah Toraja pada keluarga Muslim itu, sehingga kami pun terbiasa hidup dalam perbedaan, termasuk keluarga istri saya," katanya.
Hal itu disepakati oleh mantan Ketua PWI Bali era 1980-an, Witminarko. "Saya berharap acara seperti ini dikembangkan lebih luas, karena menumbuhkan kebersamaan. Perkembangan teknologi membuat kita melakukan silaturahmi atau simakrama lewat media sosial, seperti WA, padahal silaturahmi dalam arti tatap muka itu justru lebih penting karena ada sentuhan kemanusiaan dalam pertemuan langsung itu," katanya.
Dalam kesempatan itu, wartawan senior yang sudah 54 tahun malang-melintang di dunia jurnalistik di Pulau Bali itu menegaskan bahwa wartawan sekarang masih memegang prinsip yang sama dengan seniornya, meski cara yang digunakan sudah mengalami perubahan akibat perkembangan teknologi.
"Prinsip jurnalistik itu tetap sama yakni benar, menarik, dan patut/kepatutan. Benar itu berarti objektif dan imbang, sedangkan menarik memang informasi itu harus ditulis secara menarik agar layak jual. Untuk kepatutan yang mungkin perlu sedikit dijadikan perhatian wartawan sekarang adalah memikirkan informasi tanpa mengaitkan dengan SARA, karena dampaknya tidak baik untuk masyarakat, misalnya polisi yang Muslim menangkap pencuri yang Kristen. Jangan," katanya.
Setelah melakukan "silaturahmi" pemikiran hingga tiba waktu berbuka puasa, maka puluhan anggota dan pengurus PWI Bali serta mitra yang diundang pun menikmati hidangan "bukber" dan sebagian wartawan yang Muslim pun melakukan Sholat Maghrib berjamaah.